Konvensi Jenewa Ketiga adalah kerangka hukum yang paling komprehensif dalam melindungi tawanan perang. Diadopsi pada 1949 dengan latar belakang penderitaan besar selama Perang Dunia Kedua, Konvensi Jenewa merupakan pencapaian multilateral yang luar biasa, dengan pelindungan tambahan dan lebih kuat daripada yang pernah disepakati untuk tawanan perang. Hari ini, KJ III diratifikasi secara universal. Dalam tulisan ini, Cordula Droege, Chief Legal Officer ICRC, menguraikan sepuluh pelindungan terpenting yang diberikan Konvensi kepada tawanan perang, dan bagaimana mereka dapat dipahami hari ini mengingat Komentar Konvensi Jenewa yang baru saja diperbarui.

Selama tujuh puluh tahun terakhir, Konvensi Jenewa Ketiga (KJ III) telah memastikan bahwa tawanan perang diperlakukan secara manusiawi dan bermartabat saat berada di tangan pasukan musuh, menyelamatkan nyawa yang tak terhitung jumlahnya. Konvensi ini disusun setelah Perang Dunia Kedua, ketika jutaan tawanan perang menjadi korban kekejaman yang mengerikan. Pada 1949, belajar dari pengalaman yang menyakitkan ini, Konvensi Jenewa Ketiga merevisi dan memperluas pelindungan yang diberikan kepada tawanan perang menurut Konvensi 1929.

Konvensi 1949 berisi 143 pasal, 46 lebih banyak dari pendahulunya. Penambahan dan revisi ini dianggap perlu, mengingat perubahan yang telah terjadi selama dua dekade sebelumnya dalam melakukan perang dan konsekuensinya. Pengalaman menunjukkan bahwa kehidupan sehari-hari para tahanan berkisar pada interpretasi spesifik atas peraturan umum Konvensi.

Akibatnya, sejumlah peraturan tertentu dari Konvensi 1949 dirancang secara lebih eksplisit, memberikan kejelasan yang tidak ada dalam ketentuan sebelumnya. Kategori orang yang berhak atas status tawanan perang diperluas untuk mencakup anggota milisi atau korps relawan milik pihak yang berkonflik dalam kondisi tertentu. Kondisi dan tempat penangkapan juga didefinisikan dengan lebih tepat, khususnya berkaitan dengan kerja paksa tawanan perang, sumber keuangan mereka, dan bantuan yang mereka terima. Jaminan yang akan diberikan dalam proses peradilan yang dilembagakan terhadap tahanan ditentukan; dan kewajiban sepihak ditetapkan untuk membebaskan dan memulangkan mereka tanpa penundaan setelah berhentinya permusuhan aktif.

Sebagai bagian dari amanatnya, ICRC mengunjungi para tawanan perang untuk memastikan penghormatan terhadap standar pelindungan Konvensi. Dalam pekerjaan kami, selama ini kami berada dalam posisi menyaksikan dampak yang dimiliki oleh Konvensi Jenewa Ketiga terhadap tawanan perang bila konvensi itu dihormati. Kepatuhan otoritas yang menahan terhadap pelindungan yang diberikan oleh Konvensi secara langsung tercermin dalam kesehatan fisik dan mental tahanan, ketahanan mereka dalam menghadapi kesulitan, dan kapasitas mereka untuk pulih dari penangkapan.

Bulan lalu, ICRC meluncurkan Komentar terbaru tentang Konvensi Jenewa Ketiga tahun 1949. Komentar yang diperbarui menganalisis bagaimana praktek dalam aplikasi dan interpretasi dari empat Konvensi Jenewa 1949 telah berkembang dalam beberapa dekade terakhir. Ini juga memberikan interpretasi baru dari Konvensi, dengan mempertimbangkan perkembangan hukum dan teknologi yang telah terjadi sejak terbitnya Komentar pertama atas Konvensi Jenewa Ketiga 60 tahun yang lalu.

Di bawah ini adalah gambaran tentang 10 perlindungan paling penting yang diberikan oleh Konvensi Jenewa Ketiga kepada tawanan perang dalam konflik bersenjata.

  1. Perlakuan manusiawi

Inti Konvensi Jenewa Ketiga adalah prinsip dasar bahwa tawanan perang harus diperlakukan secara manusiawi dan dilindungi setiap saat. Mereka dilindungi dari tindakan kekerasan dan intimidasi, penghinaan dan rasa ingin tahu publik, dan terhadap pembalasan. Tawanan perang tidak boleh sekali pun menjadi subyek percobaan medis atau ilmiah yang tidak dibenarkan secara medis dan demi kepentingan mereka sendiri — pelindungan penting dan pelajaran yang diambil dari pengalaman Perang Dunia Kedua. Prinsip menyeluruh dari perlakuan manusiawi tercermin dalam banyak ketentuan Konvensi dan harus memandu interpretasi mereka.

  1. Hormat terhadap orang-orang dan kehormatannya

Perlakuan manusiawi terhadap tawanan perang juga berarti bahwa Kuasa Penahan harus menghormati orang-orang mereka dan kehormatan mereka dalam segala situasi. Sementara ada nuansa kuno yang mewarnai pembacaan ketentuan-ketentuan ini, ide yang bertahan adalah semacam ‘memperhatikan rasa nilai yang dimiliki setiap orang dalam diri mereka sendiri’. Para tawanan perang tidak hanya diizinkan untuk memakai emblem pangkat dan kebangsaan mereka serta lencana militer mereka dan diperlakukan sesuai dengan pangkat dan usia mereka, terkait dengan kehormatan militer mereka; mereka juga, terutama, harus diberikan kondisi kerja yang sesuai, yang tidak akan mempermalukan, dan mereka harus dibayar untuk pekerjaan mereka.

  1. Prinsip kesetaraan dan pembedaan yang tidak merugikan

Semua tawanan perang berhak atas penghormatan dan perlindungan yang sama dan harus diperlakukan setara. Ini berarti bukan saja ada larangan diskriminasi tahanan perang tertentu, tetapi juga ada kewajiban untuk mempertimbangkan dan menanggapi kebutuhan spesifik, terutama ketika berhadapan dengan kategori tahanan tertentu seperti perempuan, penyandang disabilitas, atau anak-anak. Sementara kosakata yang digunakan dalam Konvensi 1949 agak ketinggalan jaman, misalnya bahasa yang berkaitan dengan ‘gangguan mental’, kosakata itu mewakili kemajuan pada masanya. Misalnya, sementara Konvensi 1929 hanya mengharuskan perempuan diperlakukan ‘dengan segala pertimbangan karena jenis kelamin mereka’, Konvensi 1949 menambahkan bahwa mereka, dalam semua kasus, harus diberikan ‘perlakuan yang sama menguntungkan sebagaimana yang diberikan kepada laki-laki’. Sekarang ini, redaksi Konvensi, ditafsirkan menurut objek dan tujuannya, sehingga memungkinkan penafsiran yang memperhitungkan kebutuhan spesifik dari tawanan perang yang beragam.

  1. Tanya-jawab

Ketika ditanyai, tawanan perang terikat untuk hanya memberikan nama, pangkat, tanggal lahir dan nomor dinas militer mereka. Setelah menerima informasi tersebut, Kuasa Penahan akan dapat menetapkan identitas, status dan pangkat mereka sebagai anggota angkatan bersenjata musuh. Ini adalah pelindungan penting, karena memungkinkan Kuasa Penahan untuk mengidentifikasi tahanan perang dengan benar dan mencegah mereka hilang, serta untuk memberi mereka perlakuan yang berhak mereka dapatkan. Dilarang keras untuk menjadikan tawanan perang sebagai subjek penyiksaan fisik atau mental, atau bentuk pemaksaan lainnya, untuk mendapatkan informasi dalam bentuk apa pun.

  1. Perhatian medis

Konvensi Jenewa Ketiga menetapkan serangkaian tindakan untuk memastikan bahwa tawanan perang mendapat perhatian medis yang memadai, seperti yang dipersyaratkan oleh keadaan kesehatan mereka. Di seluruh Konvensi, baik kesehatan fisik maupun mental ditekankan. Tindakan tersebut meliputi, misalnya, pemeriksaan medis bulanan dan akses ke perawatan kesehatan — termasuk perawatan khusus jika terjadi penyakit serius — dan akses ke fasilitas kesehatan khusus untuk penyandang disabilitas. Konvensi juga mengatur pembuatan bangsal isolasi untuk kasus penyakit menular dan memberlakukan langkah-langkah kebersihan dan sanitasi untuk memastikan kondisi kehidupan yang bersih dan sehat di kamp-kamp. Tawanan perang yang terluka serius atau sakit harus langsung dipulangkan ke negara mereka sendiri atau dipindahkan ke negara netral untuk perawatan, tergantung pada kemungkinan dan waktu pemulihan yang diharapkan.

  1. Kontak dengan dunia luar

Konvensi Jenewa Ketiga memberikan tawanan perang hak untuk terus menjalin hubungan dengan keluarga mereka. Hal ini memungkinkan mereka untuk mengirim dan menerima surat dan kartu, menerima paket dan pengiriman bantuan kolektif dan secara ketat mengatur kemungkinan untuk menyensor korespondensi dan memeriksa barang kiriman. Sarana komunikasi yang lebih modern juga harus dipertimbangkan, karena ketentuan tersebut harus ditafsirkan sesuai dengan perkembangan teknologi terbaru dalam telekomunikasi.  Konvensi Jenewa Ketiga memperkuat kewajiban — yang sudah ada pada 1929 — untuk mendirikan Badan Pusat Pencarian (Central Tracing Agency) bagi tawanan perang, yang diamanatkan untuk mengumpulkan dan memusatkan informasi tentang tawanan perang dan mengirimkannya kepada Para Pihak dalam konflik. Sejak 1949, Badan tersebut berada di bawah tanggung jawab ICRC.

  1. Hak untuk dikunjungi oleh ICRC

Kuasa Penahan harus mengizinkan delegasi ICRC untuk mengunjungi semua tempat di mana tawanan perang berada dan mewawancarai mereka tanpa saksi. Pihak berwenang tidak dapat memberlakukan pembatasan atas tempat dan tahanan perang mana yang boleh dikunjungi. Dengan peran pengawasannya, ICRC memastikan agar tawanan perang diperlakukan sesuai dengan hak dan kewajiban yang diberikan oleh Konvensi Jenewa Ketiga, bahwa kebutuhan mereka terpenuhi, dan agar mereka tidak hilang. Untuk itu, ICRC dapat memberikan dukungan tambahan kepada pihak berwenang melalui Central Tracing Agency atau berdasarkan haknya untuk menawarkan layanan sebagai organisasi kemanusiaan dan imparsial.

  1. Hak untuk pengadilan yang adil

Tujuan dari penahanan tawanan perang bukan untuk menghukum mereka, tetapi untuk mencegah tentara yang ditangkap mengambil bagian lebih jauh dalam permusuhan yang sedang berlangsung melawan Kuasa Penahan. Oleh karena itu, tawanan perang tidak boleh dituntut semata-mata karena fakta telah berpartisipasi dalam permusuhan. Jika dituduh melakukan pelanggaran, tawanan perang harus diadili di hadapan pengadilan independen dan tidak memihak, dalam persidangan yang adil yang memberikan semua jaminan peradilan yang esensial. Agar hukuman yang dijatuhkan sah, putusan harus dikeluarkan oleh pengadilan yang sama dan sesuai dengan prosedur yang sama seperti dalam kasus anggota angkatan bersenjata Kuasa Penahan.

  1. Kegiatan pendidikan dan rekreasi

Pihak berwenang yang menahan harus mendorong tawanan perang untuk mengejar kegiatan intelektual, pendidikan, dan rekreasi. Untuk tujuan ini, pihak berwenang harus menyediakan tempat dan peralatan yang memadai untuk mempraktikkan kegiatan seperti belajar, bermain alat musik, berolahraga dan bertanding, dengan perhatian khusus pada latihan fisik dan aktivitas di ruang terbuka. Pelindungan ini berhubungan langsung dengan prinsip perlakuan manusiawi, karena membantu para tawanan perang mengatasi penangkapan mereka dengan menjaga kesejahteraan fisik dan mental mereka. Kuasan Penahan harus selalu menghormati preferensi tawanan secara individu dan tidak boleh menjadikan mereka sebagai bagian kegiatan propaganda.

  1. Pembebasan dan repatriasi

Para tawanan perang harus dibebaskan dan dipulangkan ke negara mereka sendiri tanpa penundaan setelah berhentinya permusuhan aktif, kecuali di mana mereka telah didakwa secara kriminal atau menjalani hukuman pengadilan pidana. Karena kurangnya kesepakatan damai formal, pembebasan jutaan tawanan perang tertunda selama bertahun-tahun setelah berakhirnya Perang Dunia Kedua. Untuk alasan ini, Konvensi Jenewa Ketiga 1949 menetapkan bahwa kewajiban untuk membebaskan dan memulangkan tawanan perang tidak bergantung pada timbal balik (reciprocity) dan berlaku bahkan tanpa adanya perjanjian damai.

***

Tujuh puluh tahun berlalu, Konvensi Jenewa Ketiga tetap merupakan perjanjian internasional yang paling penting yang melindungi para tawanan perang. Itu adalah tonggak pemikiran progresif tentang arti perlakuan manusiawi pada masanya. Hal itu tetap bertahan hingga hari ini dan, ketika dibaca bersama dengan interpretasi yang lebih kontemporer yang disediakan oleh Komentar diperbarui, adalah sumber praktis dan tak ternilai untuk menjaga perlakuan manusiawi tawanan perang dalam konflik bersenjata.