Keluarga besar ICRC di seluruh dunia begitu terpukul mendengar kematian tiga koleganya ketika sejumlah ledakan mengguncang bandara di Kota Aden, Yaman, pada 30 Desember 2020 lalu. Hamid Al-Qadami, Ahmed Wazir dan Saidi Kayiranga meninggalkan kesan mendalam pada orang-orang yang pernah bekerja bersama mereka, terutama selera humor, dedikasi pada pekerjaan dan sukacita mereka dalam membantu orang lain. Tulisan ini mengenang mereka bertiga dan dampak yang mereka tinggalkan pada rekan-rekannya. Bagian kedua tentang Ahmed Wazir.

 

“Dia selalu tersenyum.” 

Begitulah orang-orang mengenang Ahmed Wazir.

Ahmed Wazir

Selalu tersenyum. Begitulah orang-orang mengenang Ahmed Wazir. Di ICRC, seorang staf akan bertemu dengan banyak staff lainnya. Namun, Ahmed mungkin yang paling banyak bertemu dengan staf lain. Sebagai anggota tim operasi udara, Ahmed menyapa semua staf yang mendarat di bandara Aden, dan mengucapkan selamat jalan ketika mereka terbang lagi.

“Dia selalu menyambut mereka di bandara dengan senyum yang sangat manis. Saya mendengar komentar yang sama dari staf lokal maupun ekspatriat,” kata kolega ICRC yang juga temannya, Rami Ahmed. “Jadi inilah keistimewaan Ahmed Wazir. Dia selalu tersenyum, dan ini hal yang sangat baik. Orang-orang masih mengingatkan saya dia sedang tersenyum.”

Di bandara, Ahmed Wazir mengurusi logistik, membantu kedatangan barang dan juga staf.

Seorang kolega ICRC lain, Rami Hussein, kuliah di perguruan tinggi yang sama dengan Ahmed Wazir. Ahmed mengambil jurusan ilmu komputer, kemudian melanjutkan studi teknik penerbangan, yang menghantarkan ia ke pekerjannya sebagai insinyur pesawat terbang.

“Saya tahu dia selalu bercita-cita menjadi pilot atau untuk terbang. Dia juga terinsipirasi oleh pamannya yang menjadi kru Yemenia Airways,” kata Rami Hussein. “Dua atau tiga anggota keluarganya berada di industri yang sama. Entah bagaimana, dia mewarisi ini dari mereka. Dia terinspirasi oleh mereka.”

Rekan-rekan yang bertanya tentang siapa yang meninggal dalam serangan di Yaman dengan cepat mengingat senyum Ahmed, kata Rami Hussein. “Karena dia selalu menyambut orang dengan senyum lebar dan dia tampak senang bisa mengenal orang baru. Dia sangat-sangat ramah.”

Rami Ahmed pertama bertemu Ahmed Wazir pada 2014, ketika dia bekerja sebagai insinyur pesawat untuk sebuah maskapai penerbangan Yaman di Bandara Aden. Saat ini bandara memasang foto peringatan Ahmed Wazir di dekat lokasi ia terbunuh. Pria berusia 34 tahun itu meninggalkan dua anak laki-laki.

“Saya ingat banget dia suka tempat ini dan dia meninggal di tempat yang disukainya ini,” kata Rami Ahmed. “Mengharukan. Saya kenal dia. Saya tahu cinta dan jiwanya pada bandara ini. Dia menghembuskan nafas terakhir di tanah yang sama yang dia cintai.”