Pada 28 Juni 2020, Delegasi Regional Komite Internasional Palang Merah (ICRC) di Jakarta bekerja sama dengan Humanitarian Forum Indonesia (HFI) mengadakan webinar yang bertajuk Pendekatan Lintas Iman dalam Adaptasi Tatanan Baru Pandemi Covid-19. Kegiatan ini bertujuan untuk menyebarluaskan kebijakan inklusif lembaga keagamaan di Indonesia dalam rangka melakukan adaptasi terhadap tatanan baru di masa pandemi.
Dalam webinar ini, para pembicara menekankan bahwa faktor iman dan imun saling berkait berkelindan bagi masyarakat beragama di Indonesia. Baik pemuka agama maupun otoritas kesehatan berperan penting dalam memberi panduan dalam menghadapi wabah Covid-1. Karena itu, selain mendengarkan nasehat otoritas kesehatan, pembelajaran lintas iman di tingkat komunitas juga dianggap penting dalam beradaptasi dan mengatasi situasi pandemi Covid-19.
Diskusi online dua jam lebih ini dipandu oleh Romi Ardiansyah (Sekretaris Dewan Pengurus HFI) dengan menghadirkan lima pembicara, yakni Bapak Nelwan Harahap (Deputi Pemulihan Pascabencana Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan), Agus Samsuddin (pengurus Muhammadiyah Covid-19 Command Centre), Arshinta (Direktur Ekstramural Yayasan Kristen untuk Kesehatan Umum), Sugi Lanus (Filolog dan Pembaca Lontar Jawa Kuno dan Bali), serta Budi Hernawan dari Unit Global Affairs ICRC untuk kerjasama dengan kalangan umat beragama.
Dalam sambutan pembuka, Charles Dorman-O’Gowan, Koordinator Regional untuk Urusan Kemanusiaan ICRC, menyampaikan bahwa ICRC di seluruh dunia, bersama pemerintah, lembaga internasional dan lembaga non-negara, ikut terlibat dalam memberi bantuan dan panduan masa pandemi Covid 19 sesuai mandat institusi. Di Indonesia, ICRC telah bekerjasama dengan PMI untuk beberapa program terkait Covid 19, juga Kementerian Hukum dan HAM dalam mengurangi dampak Covid-19 di beberapa rumah tahanan. ICRC juga berkoordinasi dengan berbagai kelompok agama dalam membentuk matrik dan pesan tentang penanganan jenazah yang sesuai dan selaras dengan protokol dan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan berbagai aturan agama.
Beberapa poin yang sempat mengemuka di dalam webinar ini antara lain adalah tentang pentingnya kolaborasi lintas sektor, baik pemerintah, dunia usaha, lembaga internasional, serta organisasi keagamaan dalam memasuki realita baru masa pandemi. Sugi Lanus misalnya menyinggung bahwa sejak berabad-abad, masyarakat Indonesia telah memberi contoh tentang ketahanan pangan Nusantara dalam menghadapi wabah. Masyarakat nusantara yang lintas suku, lintas pulau, dari generasi ke generasi, dalam berbagai situasi berusaha memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, dan kesejahteraan hidup yang bersifat mandiri dan membumi.
Isu stigmatisasi juga diangkat oleh salah satu penanya dalam sesi tanya jawab. Isu ini termasuk bagian dari tantangan pelik yang dihadapi para pekerja kemanusiaan berbasis keimanan di era pandemi. Stigma dapat terjadi dalam berbagai konteks, misalnya stigma masyarakat kepada tenaga kesehatan, stigma umum terhadap kelompok rentan, stigma di antara tenaga kesehatan sendiri, dan bahkan di antara anggota masyarakat. Arshinta selaku pembicara dari Yakkum menjelaskan, untuk menanggulangi stigma, dibutuhkan upaya penyadaran terus-menerus agar komunikasi lintas agama menjangkau semua lapisan masyarakat. Arshinta sempat menyinggung pentingnya pamflet tentang protokol penanganan jenazah dan pemakamannya yang dikeluarkan ICRC.
Sementara itu, Sugi Lanus menambahkan bahwa instrumentalisasi agama tidak selamanya buruk. Diskursus tentang ‘instrumentalisasi agama’ bisa pula diwujudkan secara postif dengan menjadikan agama dan agamawan sebagai motor penggerak dalam melakukan respon terhadap kerja-kerja kemanusiaan. Bapak Nelwan Harapan juga menekankan bahwa kolaborasi multipihak adalah keharusan dalam menghadapi masa pandemi. Faktor iman dan imun sangat berkait berkelindan dalam menunjang ketahanan masyarakat dalam menghadapi wabah Covid-19 ini.
Dalam sambutan penutup, Surya Rahman Muhammad selaku Direktur Eksekutif HFI juga menekankan pentingnya peran agama, lembaga lintas iman, serta nilai-nilai lokal untuk menjadi mitra kritis sekaligus strategis bagi pemerintah dalam penanggulangan Covid-19. “Komitmen kelompok agama sangat penting karena nilai-nilai dan spirit agama sangat kental mewarnai perilaku kehidupan sehari-hari kita, sejak di dalam rumah, tempat kerja, maupun dalam bermasyarakat dan berbangsa.”