Analisa yang dilakukan secara mendalam tentang karakteristik mendasar konflik bersenjata dan situasi kekerasan lainnya di berbagai tempat di mana ICRC bekerja mengungkap beberapa hal penting.

Pertama, ada beragam tantangan, gangguan dan instabilitas yang diakibatkan oleh The Arab Spring. Meskipun beberapa negara telah berhasil mengelola transisi politik dengan mulus dan telah sukses menyelenggarakan pemilihan umum di tahun lalu, beberapa yang lain masih harus menghadapi kekerasan sosial atau konflik bersenjata. Republik Arab Suriah (Suriah) adalah salah satu negara yang level konfrontasi bersenjata dan dampak kemanusiaannya paling dramatis. Puluhan ribu orang tewas dan terluka, ratusan ribu orang mengungsi di dalam atau di luar negeri, serta ribuan lainnya ditahan. Tampaknya dalam jangka pendek, belum terlihat tanda-tanda mereka akan mengakhiri pertempuran atau menemui solusi politik terkait konflik tersebut. Oleh karena itu, dampak yang dialami warga sipil akan terus menjadi masalah pelik. Konsekuensi terhadap wilayah sekitar menjadi perhatian selanjutnya.

Kedua, wilayah Sahel mengalami serangkaian kejadian yang meresahkan, khususnya di bagian utara Mali. Perpecahan negara yang terjadi saat ini menimbulkan peningkatan kebutuhan kemanusiaan baru dan kekhawatiran besar di sejumlah negara tetangga mengenai kemungkinan semakin meluasnya pertempuran. Ketegangan semakin meningkat yang terjadi di wilayah tersebut sudah berimbas pada semakin langkanya persediaan pangan, mengganggu pasar lokal dan persediaan pelayanan dasar seperti kesehatan, air dan listrik, sehingga kondisi sebagian besar penduduk Mali semakin rentan.

Ketiga, proses serah terima tanggung jawab keamanan di Afghanistan dari pasukan internasional kepada pemerintahan Afghanistan tengah diimplementasikan. Dengan tujuan melapangkan jalan bagi penarikkan mundur secara lebih luas kontingen militer asing di tahun 2014 mendatang, proses ini menimbulkan masalah serius mengenai masa depan masyarakat Afghanistan, yang terus menerus menghadapi gangguan keamanan dan mendapatkan perlakuan buruk selama 30 tahun terakhir. Dalam ranah yang lebih luas terkait “perang melawan Al Qaeda dan afiliasinya”, perubahan dari pelibatan militer secara konvensional menjadi operasi yang mengandalkan pasukan khusus dan pesawat tanpa awak telah terjadi dalam beberapa kasus.

Keempat, para penduduk di sebagian wilayah yang terkena dampak konflik bersenjata berkepanjangan menderita akibat instabilitas. Salah satu contohnya adalah Somalia, di mana konfrontasi antara pasukan yang mendukung Pemerintahan Transisi Federal, termasuk pasukan Misi Uni Afrika di Somalia, dengan Harakat al-Shabaab al-Mujahidin menjadi semakin intensif sepanjang tahun lalu, membuat banyak warga Somalia, terutama di bagian tengah dan selatan Somalia, menghadapi berbagai resiko sementara kebutuhan melonjak. Sengketa antara Sudan Selatan dan Sudan serta dampak dari konflik internal di kedua negara tersebut menyebabkan meluasnya krisis pengungsian, baik internal maupun internasional, setahun setelah Sudan Selatan merdeka.

Di Irak, masyarakat setempat masih terkena imbas kekerasan yang belum berakhir. Pada satu waktu di musim panas lalu, jumlah korban kekerasan mencapai tingkat yang sangat tinggi, hanya dalam satu pekan saja. Republik Demokratik Kongo (RDK) kembali mengalami pertempuran sengit antara pemerintah dengan kelompok M23, yang menimbulkan banyak pelanggaran terhadap penduduk sipil, sementara solusi politik sepertinya belum ada dalam waktu dekat. Pertempuran juga masih berlanjut di beberapa wilayah di Kolombia, sekalipun pemerintah dan Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia (FARC) sudah memulai perundingan untuk mengakhiri konflik yang sudah berlangsung selama puluhan tahun itu.

Kelima, ada beragam dan seringkali konsekuensi kemanusiaan yang sangat buruk dalam situasi kekerasan lain, seperti kekerasan antar kelompok masyarakat di sebagian Asia, bentrokan antar suku di beberapa negara Afrika, dan kekerasan bersenjata nasional dan transnasional terorganisir, terutama di lingkungan perkotaan.

Terakhir, dunia masih mengalami dampak krisis ekonomi dan berbagai konsekuensinya, seperti utang dan pengangguran yang semakin meningkat di Eropa serta kemungkinan menurunnya pengiriman uang dari pekerja imigran kepada keluarga mereka yang tinggal di negara-negara yang terkena dampak konflik. Setelah krisis harga pangan pada tahun 2007-2008 dan 2010-2011, ada kekhawatiran baru. Kali ini terkait kekeringan parah di Amerika Serikat, dimana kenikan harga beberapa komoditas dapat menyebabkan instabilitas dan gejolak lebih lanjut di Negara-negara yang rapuh secara ekonomi dan sosial.