Di Asia Tenggara, ini seminar pertama ICRC mengenai Prinsip-prinsip Kemanusiaan dan Pedoman Perilaku. Sebelumnya telah diselenggarakan di London, Amman, Sana’a dan Dakkar. Acara yang berlangsung di Jakarta 20 November 2014 ini umumnya dihadiri organisasi kemanusiaan berbasis agama di tanah air dan beberapa negara tetangga. Dompet Dhuafa, lembaga kemanusiaan Muslim terbesar se-Indonesia menjadi mitra penyelenggara, didukung ICVA (International Council of Voluntary Agencies), HFI (Humanitarian Forum Indonesia) dan PMI (Palang Merah Indonesia).

Christoph Sutter berharap dialog penting antarpekerja kemanusiaan ini bisa terus dikembangkan di masa depan.  ©ICRC/Mohd Hairul Fahmi

Christoph Sutter berharap dialog penting antarpekerja kemanusiaan ini bisa terus dikembangkan di masa depan.
©ICRC/Mohd Hairul Fahmi

Seminar dibuka Christoph Sutter (Kepala Delegasi Regional ICRC dan Timor Leste), ia memaparkan pentingnya seminar ini untuk menciptakan saling pengertian, penguatan jaringan, pengidentifikasian tantangan dan hambatan, serta promosi kesadaran akan prinsip-prinsip kemanusiaan dan pedoman perilaku. Beliau berharap dialog ini bisa terus dikembangkan di masa depan demi tujuan yang sama yakni meringankan penderitaan manusia.

Parni Hadi (kiri) semangat mengusung Jurnalisme Profetik sedangkan Dr. James Munn (kanan) menekankan pentingnya mengembangkan kapasitas lokal. ©ICRC/Mohd Hairul Fahmi

Parni Hadi (kiri) semangat mengusung Jurnalisme Profetik sedangkan Dr. James Munn (kanan) menekankan pentingnya mengembangkan kapasitas lokal.
©ICRC/Mohd Hairul Fahmi

Presentasi kedua disampaikan Parni Hadi (Jurnalis senior, pendiri Dompet Dhuafa dan harian Republika). Sebagai wartawan kawakan, ia semangat mengusung Jurnalisme Profetik, menurutnya bisa menjawab tantangan-tantangan medan sulit kemanusiaan. Dengan adanya kebebasan pers dan media sosial, Parni juga mempromosikan kampanye literasi media agar masyarakat dapat bersikap bijak dalam menggunakan media. Sementara Dr. James Munn (ICVA (International Council of Voluntary Agencies; Perwakilan Asia) menjelaskan tentang Code of Conduct for the Red Cross & Red Crescent Movement and NGOs in Disaster Relief, menekankan agar kerja kemanusiaan dilakukan lebih professional; bersikap netral, mandiri, terbuka, transparan, dll. Ia menandaskan pentingnya memberdayakan kapasitas lokal.

Presentasi Andrew Bartles-Smith (kiri) dan Nima Dadbin (kanan) perwakilan dari ICRC ©ICRC/Mohd Hairul Fahmi

Presentasi Andrew Bartles-Smith (kiri) dan Nima Dadbin (kanan) perwakilan dari ICRC ©ICRC/Mohd Hairul Fahmi

Dilanjutkan Andrew Bartles-Smith (Penasihat Regional untuk Urusan Kemanusiaan ICRC Asia Tenggara dan Pasifik) dan Nima Dadbin (Koordinator Bidang Kerjasama ICRC Indonesia). Andrew berbicara tentang Konflik dan Keadaan Darurat: Tantangan yang Dihadapi Pelaku Kemanusiaan. Nima menjelaskan bagaimana para pekerja kemanusiaan, di tengah kesulitan, dapat memperoleh akses yang lebih aman kepada mereka yang membutuhkan.

Dr. Haidar Bagir meninggikan Cinta ©ICRC/Mohd Hairul Fahmi

Dr. Haidar Bagir meninggikan Cinta
©ICRC/Mohd Hairul Fahmi

Pembicara terakhir, Dr. Haidar Bagir (pendiri dan Direktur Mizan, pendiri Dompet Dhuafa) meninggikan Cinta sebagai landasan dasar prinsip-prinsip kemanusiaan. Allah adalah Rahman (Mahapemurah) dan Rahim (Mahapenyayang) = Cinta. Jadi, esensi agama adalah mencintai; memberikan cinta dan kebahagiaan kepada orang-orang yang terluka. Sayangnya banyak umat Islam melupakan ini. Jika Anda ingin dicintai oleh Allah, silakan mencintai keluarga-Nya (sesama makhluk ciptaan-Nya). Religion is to be humanitarian!

Banyak pertanyaan menarik peserta mengemuka di sela-sela presentasi. Seminar ditutup dengan diskusi seru dimoderatori Pendeta Victor Rambeth yang tidak hanya membahas tantangan-tantangan di lapangan, namun juga cerita-cerita positif tentang kerja-kerja kemanusiaan cantik yang berhasil dicapai melalui koordinasi yang baik.

Usai seminar. ©ICRC/Mia Pitria

Usai seminar.
©ICRC/Mia Pitria