Pernyataan Presiden ICRC Mirjana Spoljaric di Konferensi Sistem Senjata Otonom Luksemburg (Luxembourg Autonomous Weapons Systems Conference). Presiden ICRC menyoroti potensi bahaya penggunaan senjata otonom tanpa pembatasan dalam konflik bersenjata.

Yang Mulia dan Para Hadirin Sekalian,

Saya sungguh senang hadir di sini di Universitas Luksemburg, dan saya menyampaikan terima kasih kepada Direktorat Pertahanan Luksemburg, khususnya Menteri Bausch, atas penyelenggaraan konferensi ini pada momen yang sangat kritis.

Kita menyaksikan pesatnya perkembangan sistem persenjataan otonom, termasuk yang dikendalikan oleh kecerdasan buatan, bersama dengan kepentingan militer dalam melonggarkan batasan terkait di mana – atau terhadap apa – senjata tersebut akan dipakai untuk menyerang. Perkembangan-perkembangan ini membuat ICRC menyerukan pemerintah untuk menetapkan batasan-batasan internasional baru yang jelas dan bersifat mengikat.

Kami tidak sendirian dalam menyerukan aksi ini. Sudah ada peningkatan mobilisasi politik serupa, termasuk pernyataan bersama 70 negara pada Sidang Majelis Umum PBB Oktober tahun lalu. Pada Februari tahun ini, Komunike Bélen didukung oleh 33 negara Amerika Latin dan Karibia. Untuk hal tersebut, saya mengapresiasi Wakil Menteri Guillermet-Fernández atas peran Kosta Rika. Ada juga momentum nyata dalam diskusi bulan lalu pada Konvensi PBB tentang Senjata Konvensional Tertentu.

Dan, tentu saja, saya harus mengakui bahwa Luksemburg dan Kosta Rika termasuk di antara negara-negara yang menyadari perlunya larangan dan regulasi khusus tentang senjata otonom, serta posisi tegas Sekretaris Jenderal PBB, dan peran penting organisasi-organisasi masyarakat sipil dan komunitas ilmiah/akademik.

Kendati banyak kesempatan bagi masyarakat umum yang timbul akibat perkembangan teknologi informasi dan robotik, risiko penggunaan senjata otonom tanpa pembatasan dalam konflik bersenjata sangat nyata.

Hilangnya kendali manusia atas penggunaan kekuatan dalam konflik bersenjata berisiko membahayakan perlindungan baik bagi kombatan maupun warga sipil dan memicu bahaya eskalasi konflik. Ini akan merongrong kemampuan pihak bertikai untuk mematuhi hukum humaniter internasional (HHI) termasuk kewajiban-kewajiban dari mereka yang merencanakan dan membuat keputusan tentang serangan guna mengantisipasi dan membatasi dampaknya. Ini akan membahayakan kemampuan mereka untuk melakukan penilaian individual (human judgement) yang diperlukan untuk mematuhi ketentuan-ketentuan yang mengatur perilaku permusuhan.

Senjata otonom juga secara fundamental menghadirkan tantangan terhadap nilai-nilai bersama kita, kemanusiaan kita. Haruskah kita menoleransi dunia di mana keputusan hidup dan mati direduksi menjadi kalkulasi mesin?

Akan sangat membantu untuk mendasarkan perdebatan kebijakan pada realitas peperangan saat ini dan sejarah. militer mengerahkan senjata dengan fungsi yang semakin otonom. Banyak dari senjata kendali jarak jauh saat ini dapat dijadikan senjata otonom di masa mendatang hanya dengan pembaruan perangkat lunak atau perubahan doktrin.

Ambil contoh loitering weapon – persilangan antara rudal dan drone yang “berkeliaran” (atau berputar-putar) di suatu area sebelum menyerang objek atau orang di bawahnya. Kita paham bahwa, untuk saat ini, sebagian besar sistem persenjataan tersebut dipandu ke sasaran yang dipilih oleh operator manusia. Tetapi sebagian militer dan produsen telah menunjukkan niat mereka memberi ruang pada senjata semacam itu untuk menyerang secara otonom.

 

Menengok ke belakang, ada kesamaan dengan ranjau darat anti-personil, yang dilarang pada tahun 1997. Ranjau ini mendemonstrasikan bahaya yang dapat ditimbulkan ketika pengguna senjata – orang yang meletakkan ranjau – tidak secara spesifik memilih siapa yang akan menjadi sasaran atau kapan senjata akan meledak. Dengan senjata otonom mobile saat ini, penggunanya bahkan mungkin tidak tahu persis di mana serangan akan terjadi.

Potensi hilangnya kendali manusia yang dapat terjadi karena proses penggunaan kekuatan ini adalah alasan mengapa kami sangat prihatin dengan pengembangan dan penggunaan lebih lanjut senjata otonom.

Seruan tentang aturan internasional yang baru dan mengikat bukanlah seruan yang sering kami buat, atau yang kami anggap enteng. Meskipun HHI telah menerapkan dan menetapkan batasan-batasan pada desain dan penggunaan senjata otonom, kami melihat bahwa negara-negara memiliki pandangan berbeda tentang batasan dan persyaratan tertentu pada desain dan penggunaan senjata otonom yang berasal dari aturan-aturan yang ada. Kami percaya hukum baru diperlukan untuk memberikan kejelasan dalam hal ini, untuk menegakkan dan memperkuat perlindungan hukum, dan untuk merespon isu-isu etika.

Yang dibutuhkan sekarang adalah kepemimpinan politik untuk aksi internasional guna bernegosiasi dan mengadopsi instrumen yang mengikat secara hukum yang mengatur sistem senjata otonom.

Sekali lagi terima kasih, Menteri Bausch, karena menjadikan ini sebagai prioritas bagi Luksemburg. Saya mendorong negara-negara Eropa lainnya untuk menjadikan ini sebagai prioritas yang sama. Untuk menggunakan frase yang diadopsi oleh Luxembourg: Ayo kita wujudkan.