Selama lebih dari 30 tahun, Komite Internasional Palang Merah (ICRC) delegasi Jakarta telah bekerja di Indonesia dan Timor-Leste untuk mempromosikan, mengimplementasi, dan berbagi pengetahuan mengenai hukum humaniter internasional (HHI), antara lain, dengan angkatan bersenjata dan pasukan keamanan, sekolah hukum, fakultas hukum, dan lembaga pendidikan tinggi lainnya. Sebagai contoh, ICRC menandatangani perjanjian dengan Tentara Nasional Indonesia pada Juni 1999, lebih dari 20 tahun yang lalu.

Menindaklanjuti sebuah ide yang baru-baru ini diutarakan oleh Ketua Palang Merah lndonesia (PMI) dan mantan Wakil Presiden Indonesia, Jusuf Kalla, untuk menyebarluaskan ‘humanitarianisme’ di luar ‘lingkaran teknis dan para ahli’, ICRC Delegasi Jakarta, bersama dengan PMI, saat ini sedang mengembangkan sebuah modul pengajaran yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang berfokus pada aturan dasar, yang disebut “Nilai-nilai Kemanusiaan”, yang dipersiapkan untuk audiens baru yang lebih luas.

Nilai Kemanusiaan

Principles of humanity (atau Nilai Kemanusiaan dalam bahasa Indonesia) adalah norma-norma dasar yang ada dalam hukum internasional dan juga ditemukan dalam berbagai bentuk, asal-usul dan budaya seluruh dunia. Daftar yang diidentifikasi akan mencakup sepuluh item berikut:

  1. Integritas fisik dan psikologis harus dihormati
  2. Martabat seksual harus terjamin
  3. Anak-anak harus dilindungi yang terluka dan sakit harus dirawat dan dilindungi
  4. Fasilitas perawatan kesehatan dan personelnya harus dijaga
  5. Bantuan kemanusiaan bagi mereka yang membutuhkan harus difasilitasi
  6. Akses pendidikan harus difasilitasi
  7. Fasilitas pendidikan harus dihormati
  8. Properti individu dan milik bersama, termasuk tempat ibadah, harus dihormati
  9. Orang-orang yang kehilangan kebebasan harus diperlakukan secara manusiawi dan bermartabat
  10. Jasad manusia harus ditangani dengan cara yang bermartabat

Acuan kepada Nilai-nilai kemanusiaan daripada hukum humaniter itu sendiri, akan menciptakan kerangka kerja sederhana berkaitan dengan prinsip-prinsip dasar hukum humaniter yang dapat diajarkan di luar fakultas hukum, misalnya di sekolah-sekolah dan fakultas pendidikan yang menghasilkan puluhan ribu guru sekolah menengah atas setiap tahun.

Modul ini sengaja menggarisbawahi nilai-nilai positif seperti penghormatan terhadap integritas fisik/psikologis ketimbang pelanggaran-pelanggaran terkait (perlakuan buruk). Setiap aturan, yang dikembangkan dengan kata-kata sederhana, akan dilengkapi dengan adat istiadat dan norma-norma keagamaan yang relevan yang hadir dalam berbagai bentuk di seluruh Indonesia.

Adat Istiadat Lokal dan Nilai-nilai Agama

Studi seperti proyek Roots of Restraint in War (Akar Pengendalian Diri dalam Perang) yang dilakukan ICRC menunjukkan bahwa di luar badan-badan terstruktur yang didirikan oleh negara, seperti angkatan bersenjata dan pasukan keamanan, individu cenderung lebih dipengaruhi oleh norma-norma yang memiliki referensi terkait yang telah divalidasi oleh komunitas mereka. Norma-norma sosial dapat berasal dari berbagai sumber, termasuk adat istiadat dan/atau agama setempat. Di banyak negara, ada interaksi antara kedua hal tersebut.

Indonesia memiliki kekayaan tradisi setempat yang relevan, yang dikenal sebagai adat – yang berasal dari warisan budaya yang kaya dan beragam pengaruh. Unsur-unsur adat setempat yang menggarisbawahi, antara lain, penghormatan terhadap lawan seseorang, martabat wanita, dll., akan disertakan dalam modul. Terkait dengan prinsip-prinsip agama, Islam akan menjadi acuan utama mengingat Indonesia adalah negara Muslim terbesar di dunia, tetapi unsur-unsur agama lain juga akan menjadi acuan.

Sebuah Proyek Bersama Antara PMI dan ICRC

Sejumlah sekolah dan fakultas pendidikan guru yang dihubungi, sejauh ini, menerima gagasan itu. Beberapa Fakultas Hukum/Syari’ah bahkan melihat modul ini sebagai pengantar pendahuluan hukum humaniter untuk mahasiswa fakultas hukum per se (yang masih bersifat pilihan di kebanyakan universitas). Seiring berjalannya waktu, program ini dapat diperluas ke lingkaran lain yang mungkin tertarik pada konsep ini; jumlah orang yang dijangkau, terutama generasi muda, bisa sangat signifikan.

Mengingat potensi besarnya proyek, ICRC bermaksud untuk bermitra dengan Palang Merah Indonesia (PMI), yang Ketuanya pertama kali menggagas ide ini. PMI adalah salah satu organisasi yang memilki jaringan relawan terluas dan karenanya memiliki akses tak tertandingi di seluruh kepulauan ini. Beberapa daerah yang pernah mengalami ketegangan di masa lalu akan ditangani sebagai prioritas. Sebagai contoh, dalam kasus Ambon, Kalimantan Barat atau Papua.

Relawan PMI hadir di sekolah-sekolah, universitas dan lembaga-lembaga pendidikan tinggi. Tugas mereka sudah termasuk mengajar pertolongan pertama. Dedikasi mereka sangat dihormati. ICRC akan membawa dimensi akademik dan pendanaan, dan PMI membawa sumber daya manusia, energi dan komitmen mereka yang tidak tergoyahkan.

Kontak dan Reaksi dari Pemerintah Indonesia

Reaksi awal dari kementerian-kementerian dan agen-agen yang relevan selama ini mendukung. Program ini sudah dipaparkan kepada Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Kementerian Agama dan Kementerian Luar Negeri. Mendapatkan dukungan dari kementerian-kementerian yang relevan dan aparat keamanan tentu saja merupakan kunci untuk memastikan kelancaraan pelaksanaan program di lapangan, terutama karena program ini belum dikenal secara luas.

Selama beberapa bulan mendatang, ICRC akan berinteraksi dengan berbagai departemen lain, termasuk dengan Kementerian Pendidikan, dengan maksud untuk menilai sampai sejauh mana pemerintah Indonesia bersedia untuk melakukan peran yang lebih proaktif atau bahkan melembagakan proyek tersebut sampai batas tertentu. Saat ini, proyek ini disebarluaskan di luar kurikulum resmi. Sebuah pengakuan resmi dalam kurikulum akan menambah suatu dimensi penting. Jika berhasil, versi lndonesia dari program ini bahkan bisa berfungsi sebagai contoh di wilayah yang lebih luas.

Kemitraan di Luar Indonesia

Proyek ini telah dipersiapkan selama beberapa waktu dan akan sungguh-sungguh dilaksanakan mulai Januari 2020. Pada awal 2020, sesi diseminasi terbuka akan diselenggarakan di sejumlah universitas di seluruh negeri dengan harapan untuk mendapatkan umpan balik lebih lanjut tentang konsep program tersebut. Interaksi dengan siswa dan para pengajar mereka adalah kunci untuk memastikan bahwa fokus telah disusun dengan baik dan memicu suatu proses kepemilikan.

Interaksi-interaksi awal itu juga harus memungkinkan identifikasi para ahli, mahasiswa S3, dsb., yang akan bersedia berkontribusi pada bidang akademik proyek ini di Jakarta, yaitu mengidentifikasi adat istiadat dan norma-norma keagamaan di Indonesia yang relevan yang akan membentuk antarmuka lokal yaitu ‘Nilai-nilai Kemanusiaan’ untuk ‘Principles of Humanity’. Kendati ICRC memiliki pengetahuan dalam hal referensi internasional mengenai prinsip-prinsip itu, ICRC bukanlah
ahli mengenai dimensi Indonesia.

Delegasi Jakarta akan memulai program ini dengan anggaran yang ada. Informasi tentang implementasi dan dukungan lebih lanjut yang diperlukan dapat diperoleh melalui kontak di ICRC Delegasi Jakarta dan/atau Markas Besar PMI.

English version of Nilai Kemanusiaan can be downloaded here.