“Jika apa yang kamu lakukan dapat mengubah hidup satu atau dua orang, jangan berhenti melakukannya.”

Perempuan berdaya. Perempuan bisa. Semangat itu dapat kita saksikan di semua perempuan di sekitar kita, seperti pada Maria Goreti Ika Riana yang akrab disapa Margo atau Maria. Margo adalah seorang staf ICRC yang bekerja di kantor ICRC tepatnya di Sub-Delegasi Gaza sebagai Economi Security (ecosec) Delegate (Delegate Ketahanan Ekonomi). Ia adalah salah satu dari sedikit delegate perempuan ICRC yang berkebangsaan Indonesia. Dalam rangka Hari Perempuan Internasional tahun ini, kami meminta Margo menceritakan perjalanan misi kemanusiaannya hingga kini bekerja di Gaza.

Sudah lima bulan ini Margo tinggal dan bekerja di Gaza. Menurutnya, keadaan di Gaza sangat menantang, walaupun penduduk Gaza adalah orang-orang yang sangat ramah. Sebagai delegate yang bertugas meningkatkan ketahanan perekonomian warga yang terdampak konflik, Margo serta timnya mau tidak mau harus menghadapi tantangan terbesar, yaitu penutupan akses dari Israel dan Mesir. “Dengan akses pergerakan orang yang terbatas untuk keluar dari Gaza dan begitu sulitnya meekspor dan mengimpor barang dari luar Gaza, untuk mengembalikan mata pencaharian orang terdampak konflik sangat sulit,” kisahnya.

Konflik yang terus berkecamuk juga menjadi tantangan. “Dari waktu ke waktu, kami mengalami eskalasi dari dua pihak yang berkonflik di mana mereka saling melakukan konfrontasi senjata (jarak jauh). Berada di sebuah gedung dan mendengar suara ledakan di sekeliling gedung membuat perasaan menjadi tidak tenang.”

Tetapi walau banyak aral melintang, menyerah bukanlah jalan keluar. “Saya merasa bersyukur saat melihat proyek kita berhasil, seperti mengembalikan akses para petani ke lahan mereka setelah 15 tahun akses itu tertutup. Sekarang mereka sudah kembali bercocok tanam. Atau ketika beneficiary atau penerima manfaat kembali membuka toko, warung, atau restoran; mengoperasikan tuktuk setelah mereka menerima bantuan tunai dari ICRC; ketika para pekerja mengambil upah mereka setelah satu bulan bekerja dalam program Cash for Work”, kisahnya. Margo menyadari bahwa timnya telah memperbaiki perekonomian mereka hingga batas tertentu dan ia berharap mereka dapat mempertahankan mata pencaharian mereka dan meningkatkan usaha mereka setelah menerima bantuan dari ICRC.

Karir Margo di bidang kemanusiaan ternyata sudah cukup lama. Sejak 2005, tidak terlalu lama pasca tsunami menghantam Aceh, Margo terjun ke dunia kepalangmerahan dan mengambil posisi Relief Officer bersama Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFCR). Usai misinya yang pertama dengan IFRC, Margo meneruskan  kiprah dalam bidang kemanusiaan, masih di bawah bendera Gerakan di Yogyakarta dan Jakarta bersama Palang Merah Denmark dan Palang Merah Perancis. Ia kemudian berangkat memulai misi internasionalnya dengan Palang Merah Perancis di Kepulauan Solomon, lalu berlanjut dengan UNHCR atau Komisi Tinggi PBB untuk urusan pengungsi di Aganistan. Margo lalu kembali ke IFRC, dan akhirnya bergabung dengan ICRC di misi kemanusiaan di Rakhine, Myanmar sebagai Livelihood/Economic Security Delegate, sebelum akhirnya ditugaskan di Gaza untuk posisi Economic Security Delegate.

Proyek inovasi penanaman strawberry dengan hidroponik untuk membantu salah satu penerima manfaat ICRC di Gaza.

Sebagai Ecosec Delegate, Margo mengerjakan cukup banyak proyek. Dengan seorang konsultan, Margo beserta timnya membantu seorang petani penerima bantuan untuk proyek inovasi untuk pertanian strawberry dengan sistem hidroponik. Petani ini memulai proyek ini pada bulan Agustus 2019 saat menerima bantuan tunai dari ICRC. Namun ia tengah mengalami kendala karena banyak tanaman yang mati. Konsultan dan ICRC kini membantu mengidentifikasi penyebabnya dan membantu mencarikan solusi untuk pertanian strawberrynya.

Traktor yang digunakan dalam salah satu proyek Margo dan timnya.
Foto oleh: ICRC Gaza

 

Selain itu ada juga proyek rehabilitasi lahan untuk mendapatkan akses ke lahan pertanian setelah lima belas tahun lamanya para petani yang tinggal di daerah perbatasan tidak diizinkan bercocok tanam di lahan mereka sendiri akibat meletusnya konflik. Margo mengisahkan bahwa tim ICRC membantu berkoordinasi dengan kedua pihak yang berkonflik, lalu meratakan tanah dengan bulldozer, menyebar pupuk, membajak tanah, dan akhirnya menebar benih gandum. “Kami berharap pada Mei 2020, para petani dapat mulai memanen gandum mereka dan meningkatkan perekomian mereka”.

Tim Margo di Gaza terdiri dari tujuh orang yang berkompeten di bidang masing-masing. Mereka fokus pada bantuan tunai, pertanian, dan perikanan. Selain melakukan hal-hal serius terkait proyek mereka, tim ini ternyata juga gemar menikmati kopi Arab (kopi yang dicampur dengan kapulaga).

Ikatan tim ini juga kuat karena mereka senang berkumpul dan makan bersama, biasanya dua minggu sekali, sambal berbincang tentang kehidupan di Gaza, politik dan dinamikanya, sambil bercanda satu sama lain. Ini merupakan salah satu cara di mana mereka bisa bertahan hidup di Gaza, melihat hidup yang sulit sambil tertawa. “Saya sangat menikmati bekerja dan nongkrong dengan mereka dan saya bangga bisa bergabung dengan team mereka dan banyak belajar dari mereka.”

Di tengah kesibukan kerjanya, Margo masih menyempatkan diri mengisi waktu luangnya dengan kegiatan seperti bermain voli, kickboxing, belajar Bahasa Arab, belanja di mall, memasak, dan massage. Margo memberi bocoran tentang indahnya pantai di Gaza, di mana ia bisa menghabiskan waktu berjalan-jalan di tepinya ketika cuaca sedang hangat. Sayangnya pengunjung tidak boleh berenang karena tingkat polusi yang tinggi.

Berjalan-jalan menyusuri pantai di Gaza menjadi salah satu rutinitas pelepas penat Margo selama misi. Foto: dokumentasi pribadi

“Di dekat rumah ada tempat massage dimana saya biasa berkunjung setiap dua minggu sekali, seperti yang biasa saya lakukan ketika di rumah di Jogja. Saya juga berlatih kick boxing, salah satu staff ICRC melatih kami. Kick boxing merupakan salah satu pelepas stress yang cukup efektif,” ungkapnya. Dari kegiatan pengisi waktu selama misinya, Margo paling menikmati memasak masakan Indonesia untuk teman-teman di rumah. Beruntung teman-teman serumah sangat menyukai masakan Indonesia. Apa yang menjadi favorit mereka? “Balado telur dan terong, tentunya dengan sedikit cabe. Saya sudah sudah memperkenalkan beberapa masakan Indonesia seperti soto ayam, gado-gado, lodeh, ayam lada hitam, capcay, pecel dan tentunya nasi goreng dan mie goreng.” Menu-menu andalan Indonesia!

Margo suka memasak masakan Indonesia, seperti sate ayam untuk sesama penghuni rumahnya.

Banyak sekali yang mengungkapkan hasrat untuk dapat menjalankan misi kemanusiaan sebagaimana yang Margo lakukan. Apa tips dan pesan Margo untuk mereka?

“Jika apa yang kamu lakukan dapat mengubah hidup satu atau dua orang, jangan berhenti melakukannya.”