Jenewa /New York(ICRC) – Konferensi PBB mengenai Perjanjian Perdagangan Senjata, yang berakhir tanggal 27 Juli lalu diNew York [lihat berita sebelumnya], gagal mencapai kata sepakat tentang perjanjian yang akan mengatur perdagangan senjata global. Namun konferensi tersebut telah menunjukkan bahwa mayoritas negara-negara mendukung adanya norma yang melarang negara-negara menjual senjata konvensional kepada mereka yang kemungkinan akan menggunakannya untuk melakukan kejahatan perang atau pelanggaran berat hukum HAM internasional.
“Komite Internasional Palang Merah (ICRC) kecewa karena negara-negara tidak mampu mengadopsi sebuah Perjanjian Perdagangan Senjata seperti yang diharapkan,” kata Peter Herby, Kepala Unit Senjata di ICRC. “Dari sudut pandang kami, teks draft akhir perjanjian yang dipresentasikan oleh Presiden Konferensi Diplomatik, Duta Besar Roberto Garcia Moritán, adalah respon yang kuat terhadap masalah kemanusiaan dan merupakan kompromi yang masuk akal.”
Teks tersebut nantinya mengharuskan Negara-negara Pihak untuk menilai risiko yang akan dihadapi jika senjata konvensional dan amunisi yang mereka jual akan digunakan untuk melakukan pelanggaran serius terhadap hukum humaniter dan hukum HAM – dan menolak melakukan penjualan jika ada indikasi terjadinya resiko pelanggaran tersebut. Kriteria penilaian ini merupakan salah satu ketentuan utama yang telah lama diadvokasi oleh ICRC.
“Perjanjian Perdagangan Senjata efektif yang memberikan perlindungan kepada penduduk sipil terhadap penjualan senjata yang tidak diatur secara memadai masih mendesak diperlukan,” tegas Herby. “Tidak diragukan lagi itu masih merupakan suatu kewajiban kemanusiaan. ICRC berkomitmen untuk terus bekerja sama dengan negara-negara, Perhimpunan Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, serta PBB dan organisasi lainnya, untuk memastikan bahwa sebuah Perjanjian Perdagangan Senjata yang meyakinkan dapat segera diadopsi.”
Selama penjualan senjata belum diatur secara memadai, orang-orang akan terus menderita terkena dampaknya, yang jumlahnya tidak terhitung. ICRC menyerukan kepada semua Negara untuk melaksanakan, baik secara nasional maupun regional, langkah-langkah tegas yang hendak mereka adopsi di New York dan untuk menyepakati perundingan Perjanjian Perdagangan Senjata sebagai hal yang sangat mendesak.
ICRC telah meminta pengawasan ketat penjualan senjata internasional sejak tahun 1999, setelah dilakukannya sebuah kajian sebagaimana diminta oleh Negara-negara Pihak pada Konvensi Jenewa 1949. Kajian yang berdasarkan pengalaman lapangan ICRC menunjukkan bahwa ketersediaan senjata yang tidak diatur dapat memperburuk ketegangan yang terjadi, mempermudah penggunaan senjata secara tidak pandang bulu dan memperbesar jumlah korban penduduk sipil. Tidak adanya pengawasan yang ketat juga mempermudah orang-orang melakukan pelanggaran hukum humaniter dan mengancam kelangsungan penyediaan bantuan kemanusiaan.