Banjarmasin (ICRC) – Sebagai bagian dari programnya mencari konvergensi antara prinsip-prinsip kemanusiaan dan kearifan lokal di seluruh Indonesia, Komite Internasional Palang Merah (ICRC) mengunjungi Kalimantan Selatan pada 23-26 November 2020 dan bertukar pikiran dengan para intelektual dari Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat serta Fakultas Shariah UIN Antasari Banjarmasin. Kunjungan ini adalah bagian dari serangkaian diskusi yang sebelumnya telah diselenggarakan di Padang, Makassar, dan Ambon.

ICRC bersama Palang Merah Indonesia (PMI) tengah menyusun program ”Nilai-nilai Kemanusiaan“ yang mengidentifikasi kesesuaian nilai antara hukum internasional, kearifan lokal, nilai keagamaan serta tradisi di Indonesia terkait penghormatan dan perlindungan martabat manusia.

”Kami sangat gembira karena menemukan bahwa nilai-nilai inti terkait menghormati dan melindungi martabat manusia dalam hukum internasional memiliki kesesuaian prinsip yang identik dengan berbagai budaya lokal dan tradisi di Indonesia,” ujar Alexandre Faite, Kepala Delegasi Regional ICRC untuk Indonesia dan Timor-Leste. ”Di antaranya adalah menghormati integritas fisik, martabat seksual, perlindungan anak, memperlakukan jenazah dengan bermartabat, serta perlindungan layanan kesehatan,” kata Faite.

Faite percaya bahwa tradisi lokal dan agama adalah dimensi yang penting untuk memastikan perlindungan yang efektif dan penghormatan terhadap martabat manusia dalam masyarakat. Oleh karena itu, ICRC bermaksud mendengarkan, berdiskusi dan bekerja sama dengan para intelektual, tokoh keagamaan dan masyarakat di daerah-daerah di Indonesia untuk mendapatkan masukan yang sangat diperlukan terutama karena Indonesia adalah negara yang sangat beragam.

Berdasarkan diskusi dengan Prof. Dr. H. Mujiburrahman dari UIN Antasari Banjarmasin, dapat dirasakan bahwa budaya Banjar itu menekankan pada toleransi dan penerimaan – terutama karena Banjarmasin seringkali menjadi tempat bercampurnya orang-orang dari etnik yang berbeda. Hal ini juga bisa dikaitkan dengan “Adat Badamai“yang dipelajari dari diskusi dengan Hj. Erlina, S.H., M.H, dari Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat. ”Adat Badamai” adalah suatu mekanisme tradisional penyelesaian sengketa dengan jalan damai melalui tetua kampung, yang merefleksikan bahwa kearifan lokal dari masyarakat Banjar berfokus pada menghindari konflik fisik antar-anggota masyarakat. Dapat dipahami bahwa melalui gagasan dasar inilah budaya Banjar dapat mempertahankan penghormatan dan perlindungan terhadap kemanusiaan.

Dalam kunjungan ke Kalimantan Selatan, ICRC juga melakukan distribusi bantuan COVID-19 ke lima penjara dan dua pesantren serta mengunjungi Gubernur Kalimantan Selatan Rudy Resnawan dan PMI Kalimantan Selatan.