Bali – Komite Internasional Palang Merah (ICRC) dan Palang Merah Indonesia (PMI), bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Udayana menyelenggarakan Seminar dan Diskusi Kelompok Terarah (FGD) dengan tema “Promosi dan Pelindungan Martabat Manusia dalam Adat Bali“ di Denpasar, Bali pada 19 Oktober 2022.

Seminar dan FGD yang diikuti oleh akademisi, pakar adat Bali, tokoh adat/masyarakat Bali, serta perwakilan Muspida Bali bertujuan untuk memperkenalkan sebuah program yang merupakan inisiasi bersama ICRC dan PMI, yakni “Nilai Kemanusiaan“, dan juga mengkaji unsur-unsur penghormatan dan pelindungan martabat manusia, baik yang terkandung dalam nilai-nilai kemanusiaan universal maupun dalam adat/budaya Bali.

Dalam pidato kuncinya, Dra. Jaleswari Pramodhawardani, Deputi V Kepala Staf Kepresidenan menyatakan bahwa momentum acara ini tepat karena pada saat ini, kita mempertanyakan diri kita sendiri apakah kita sudah bermartabat dan apakah kita sudah manusiawi, terutama karena dalam dua tahun ke depan, nilai-nilai kemanusiaan akan diuji dalam pesta demokrasi. Beliau menambahkan bahwa nilai-nilai kemanusiaan dan kearifan lokal seyogyanya menjadi sumber energi dan sumber inspirasi bangsa.

Ibu Jaleswari Pramodhawardani, Deputi V Kepala Staf Kepresidenan

 

“Terkait 10 nilai kemanusiaan yang diangkat oleh ICRC dan PMI, beliau menyampaikan bahwa walaupun sekilas nilai-nilai tersebut bersifat fisik, tetapi ada filosofi yang lebih dalam yang melampau fisik. Misalnya, perlindungan tempat ibadah bukan sekedar bangunan fisik tapi juga terkait dengan pelestarian toleransi dan keberagaman,” jelas Dra. Jaleswari Pramodhawardani.

Dr. Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, kebudayaan, Riset dan Teknologi, yang memaparkan gagasannya secara virtual menggarisbawahi bahwa budaya bukan saja salah satu nilai kemanusiaan tetapi budaya merupakan suatu nilai kemanusiaan yang dapat menjamin terpenuhinya semua nilai kemanusiaan. Melalui inspirasi dan kerja-kerja budayalah kita dapat memulihkan martabat manusia, imbuhnya.

Sudirman Said, Sekretaris Jenderal PMI menjelaskan pentingnya PMI melakukan pelokalan nilai dan prinsip kemanusiaan ketika melakukan kegiatan kemanusiaan. Beliau memaparkan tujuh prinsip dasar yang mendasari kerja-kerja kemanusiaan Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah di seluruh dunia, yakni Kemanusiaan, Kesamaan, Kenetralan, Kemandirian, Kesukarelaan, Kesatuan dan Kesemesteraan. “Dengan berpayung pada prinsip-prinsip ini, Perhimpunan Nasional Palang Merah atau Bulan Sabit Mesa dapat diterima di mana saja untuk melakukan kerja kemanusiaan, terlepas dari apapun latar belakang budaya masyarakat yang kami bantu.”

Sementara itu, Prof. Dr. dr. I Putu Gede Adiatmika, M. Kes., Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerjasama dan Informasi Universitas Udayana, menyampaikan bahwa dalam masyarakat Bali sudah ditanamkan nilai-nilai kemanusiaan melalui ajaran-ajaran Hindu untuk mewujudkan keharmonisan. Oleh karena itu, upaya untuk menguniversalkan nilai-nilai budaya Bali akan sangat diapresiasi agar menjadi inspirasi baru bagi masyarakat internasional.

Alexandre Faite, Kepala Delegasi Regional ICRC untuk Indonesia dan Timor-Leste menyatakan bahwa nilai kemanusiaan bukan hanya milik norma internasional. “Program ‘Nilai Kemanusiaan’ yang menggarisbawahi nilai-nilai positif seperti penghormatan terhadap integritas fisik/psikologis, berusaha untuk menekankan unsur yang sama-sama ada dalam budaya atau tradisi yang hadir dalam berbagai bentuk di seluruh Indonesia, termasuk Bali“, jelasnya lagi.

Peserta seminar dan FGD bertukar pikiran dan berdiskusi mengenai nilai kemanusiaan yang ada dalam tradisi Bali dan pelestarian nilai kemanusiaan dalam masyarakat Bali. Salah satu poin yang didiskusikan adalah Menyama Braya, sebuah konsep dalam masyarakat Bali yang menjunjung tinggi keselarasan antar warga masyarakat, menghargai perbedaan, dan menganggap orang lain sebagai keluarga.

Dalam sesi FGD, Prof. Dr. I Wayan Windia, SH., M,Si, pakar hukum adat Bali dari Fakultas Hukum Universitas Udayana; I Putu Putra Kusuma Yudha dari Balai Pelestarian Nilai Budaya; dan Rina Rusman, konsultan ICRC, menyampaikan pandangan mereka terkait konvergensi antara nilai-nilai adat Bali dengan nilai-nilai kemanusiaan universal.

Sebelum kegiatan di Bali ini, serangkaian kajian dan diskusi juga telah diselenggarakan untuk menemukan konvergensi antara nilai kemanusiaan dan budaya Minang, Maluku, Bugis, serta Dayak. Diskusi mengenai budaya Aceh dan Jawa akan diselenggarakan dalam beberapa bulan ke depan.

Melalui program “Nilai Kemanusiaan“ yang dimulai pada tahun 2020, ICRC dan PMI telah mengeksplorasi keterkaitan antara nilai kemanusiaan dan budaya di berbagai adat di Indonesia. “Nilai Kemanusiaan” adalah norma dasar yang ada dalam hukum internasional dan juga ditemukan dalam berbagai bentuk, asal, dan budaya di seluruh dunia dan mencakup sepuluh poin berikut:
1. Integritas fisik dan psikologis harus dihormati;
2. Martabat seksual harus terjamin;
3. Anak-anak harus dilindungi;
4. Yang terluka dan sakit harus dirawat dan dilindungi;
5. Fasilitas perawatan kesehatan dan personelnya harus dijaga;
6. Bantuan kemanusiaan bagi mereka yang membutuhkan harus difasilitasi;
7. Akses pendidikan harus difasilitasi. Fasilitas pendidikan harus dihormati;
8. Properti individu dan milik bersama, termasuk tempat ibadah, harus dihormati;
9. Orang yang berada di bawah pengawasan harus diperlakukan dengan hormat dan bermartabat;
10. Jasad manusia harus ditangani dengan cara yang bermartabat