Setelah Topan Haiyan menghantam Filipina pada tanggal 8 November lalu, Andres Patino Umana, Forensic Regional Adviser ICRC delegasi Indonesia, langsung bertolak ke tempat kejadian dan menjadi pakar forensik pertama yang tiba di Tacloban.
“Ini merupakan salah satu bencana massal terburuk yang pernah saya lihat. Bukan hanya karena banyaknya nyawa dan materi yang hilang, namun juga karena keterbatasan logistik, transportasi dan keselamatan yang harus dihadapi oleh tim kami.” Kata Andres. Topan Haiyan merupakan topan yang terbesar yang pernah ada, angin dengan kecepatan laju sekitar 350 km/jam ini telah menghancurkan seluruh kota Tacloban. “Bencana ini memberikan saya gambaran tentang skala dan ukuran dari sebuah peristiwa, dan bencana ini bukanlah yang terakhir; satu-satunya kesempatan bagi masyarakat maupun pemerintah adalah persiapan. Menurut saya, semakin cepat anda bereaksi, semakin banyak kesempatan untuk menyelamatkan dan mengidentifikasi korban, kami harus berpacu dengan waktu.”
Selain bertugas untuk mengidentifikasi puluhan ribu korban yang meninggal, Andres juga membantu pemerintah Filipina untuk mengadopsi strategi dan protokol ketika merespon tanggap darurat. “Ada beberapa prosedur khusus yang harus diikuti untuk menjaga kehormatan para korban yang meninggal dan memfasilitasi proses pengidentifikasian mereka,” kata Andres. “Jenazah harus dikumpulkan secara pantas dan ditempatkan di tempat-tempat pemakaman sementara, guna keperluan investigasi forensik selanjutnya. Harus difoto juga sebelumnya, dan setiap informasi deskriptif dan data pemeriksaan mayat harus dipastikan tercatat semuanya.”
Andres kagum terhadap ketahanan para korban yang selamat dan pemerintah Filipina. “Mereka dapat bertahan hidup dan bekerja dalam situasi yang sangat sulit dan masih berusaha untuk kembali menjalani kegiatan mereka secara normal.”
Hantaman Topan Haiyan telah menewaskan kurang lebih 10.000 orang, dan menghancurkan sekitar 70 hingga 80 persen bangunan yang ada kota ini. “Tim kami adalah tim forensik yang pertama kali tiba di Tacloban, dan pada tahap awal ini sangat sulit untuk mengidentifikasikan identitas para korban yang meninggal,” jelas Andres. “Pada saat itu saya membantu Departemen Kesehatan Filipina dan berhasil mengumpulkan 100 jenazah dengan beberapa diantaranya berhasil kami identifikasikan.”
“Saat ini polisi Filipina dan petugas forensik yang bertanggung jawab di lapangan sudah menangani sisa dari jenazah yang masih belum ditangani.” Kata Andres. “Kami juga sudah menyediakan lebih dari 1000 kantong jenazah dan tiga set perlengkapan forensik untuk mendukung operasi di Filipina.”
Andres Patino Umana telah bekerja di ICRC sejak tahun 2008, dan telah melaksanakan tiga misi sebelum ia ditugaskan di ICRC Delegasi Indonesia sebagai Forensic Regional Adviser.