Pontianak – Mempromosikan dan melindungi martabat manusia sepertinya merupakan nilai paling universal karena selalu menjadi inti dari berbagai norma internasional. Hal ini juga dapat ditemukan dalam berbagai adat istiadat suku dan bangsa, termasuk di Indonesia yang kaya akan budaya dan tradisi.

Dalam seminar yang diselenggarakan oleh Universitas Tanjungpura dan Komite Internasional Palang merah (ICRC) di Pontianak, Kalimantan Barat, pada hari Selasa (27/4/2021), para akademisi, peneliti dan wali adat Dayak membahas dan mengeksplorasi promosi dan pelindungan martabat manusia dari perspektif budaya Dayak.

Indonesia memiliki banyak budaya tetapi memiliki semangat yang sama untuk melindungi kemanusiaan

Gubernur Lemhanas, Letjen (Pur.) Agus Widjojo

Seminar ini dihadiri perwakilan Lembaga Ketahanan Nasional (LEMHANNAS RI), pejabat Kementerian Luar Negeri, dosen di Universitas Tanjungpura dan perguruan tinggi setempat lainnya, peneliti di Institut Dayakologi, perwakilan Dewan Adat Dayak, perwakilan Palang Merah Indonesia (PMI) dan pakar dari ICRC.

Dalam pidato kuncinya, Gubernur Lemhanas Letjen (Pur) Agus Widjojo menyampaikan apresiasi atas upaya untuk mensinergikan nilai-nilai adat istiadat lokal dengan nilai-nilai kemanusian internasional. Hal ini penuh tantangan namun juga cukup mudah karena keduanya sudah dalam bentuk operasional dan implementatif, imbuhnya.

“Nilai kemanusiaan dan nilai budaya mempunyai persamaan status sebagai satu kesatuan sistem sosial yang bertujuan untuk menjaga harkat, martabat dan kelangsungan hidup manusia. Indonesia memiliki banyak budaya tetapi memiliki semangat yang sama untuk melindungi kemanusiaan,” kata Agus Widjojo.

Kajian semacam ini membantu mempromosikan implementasi cita-cita kemanusiaan di dalam negeri berdasarkan nilai-nilai sejarahnya sendiri

Achsanul Habib, Direktur HAM dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri RI

Achsanul Habib, Direktur HAM dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri, mengatakan upaya ini positif mengingat prioritas diplomasi kemanusiaan Indonesia. “Di satu sisi, kajian semacam ini membantu mempromosikan implementasi cita-cita kemanusiaan di dalam negeri berdasarkan nilai-nilai sejarahnya sendiri. Di sisi lain, hal ini sejalan dengan keinginan Indonesia untuk mendorong diplomasi kemanusiaan di berbagai forum internasional.”

Kepala Delegasi Regional ICRC untuk Indonesia dan Timor-Leste Alexandre Faite meyakini bahwa prinsip-prinsip dan nilai-nilai adat istiadat dan agama akan mendorong penghormatan yang lebih efektif terhadap martabat manusia yang terkandung dalam kerangka hukum yang sudah terkodifikasi. Karenanya, ICRC ingin belajar, berdiskusi, dan bekerja sama dengan tokoh agama dan masyarakat, akademisi, dan praktisi kemanusiaan di Indonesia untuk mendapatkan umpan balik yang sangat dibutuhkan melalui konsultasi dan seminar, imbuhnya.

“Para ahli kami telah mengidentifikasi setidaknya sepuluh nilai inti yang menjadi landasan pelindungan martabat manusia yang berasal dari semua agama dan budaya di seluruh dunia. Di antaranya adalah pelindungan integritas fisik dan psikis, pelindungan martabat seksual, pelindungan wanita dan anak-anak, perlakuan terhadap jenazah secara bermartabat, dan pelindungan pelayanan kesehatan,” jelas Alexandre Faite.

Sementara itu, Gubernur Kalimantan Barat H. Sutarmidji yang membuka secara resmi seminar ini menyatakan dukungan terhadap proyek ini dan berharap agar nilai-nilai ini dimasukkan ke dalam perundangan-undangan.

Pada kesempatan yang sama, Rektor Universitas Tanjungpura Garuda Wiko mengatakan bahwa diskusi ini menarik dan relevan karena bertujuan mengintegrasikan nilai-nilai kemanusiaan dengan norma atau nilai adat yang menjadi ciri khas nusantara.

FGD ini merupakan bagian dari proyek Nilai Kemanusiaan yang diluncurkan oleh ICRC, bersama dengan Palang Merah Indonesia (PMI), pada tahun 2020 yang bertujuan untuk memfasilitasi konvergensi norma-norma internasional, prinsip-prinsip agama, dan nilai-nilai tradisional/kearifan lokal di Indonesia tentang penghormatan martabat manusia. Konsultasi serupa telah dilakukan di Maluku, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Barat tahun lalu dan konsultasi lebih lanjut akan dilakukan pada tahun 2021 di berbagai tempat di Indonesia.