Mengenal dan menyukai film perang sejak kecil, membuat Oscar Susanto terus terdorong untuk mempelajari dan mendalami dunia kemanusiaan dan sosial. Berawal dari kegemarannya menyaksikan film yang  selalu menggambarkan penderitaan manusia yang terkena dampak perang inilah, jiwa sosial Oscar mulai muncul. Menjadi relawan pada sebuah komunitas sosial dilakoninya tidak hanya di Indonesia, bahkan ketika ia berkuliah di Australia, ia menjadi relawan di rumah jompo.

Setelah menyelesaikan kuliahnya, Oscar mulai bekerja di ICRC Indonesia, selama kurang lebih tiga tahun. “Sekitar bulan Mei tahun 2004 saya mulai bekerja di ICRC, sebagai Economic Security (Ecosec) Officer.” Kata Oscar. “Selama tiga tahun saya bekerja di ICRC Indonesia, ada dua kejadian besar yang tidak akan pernah saya lupakan, yaitu kejadian konflik antar agama di Ambon dan Tsunami di Aceh.”

Misi di Ambon merupakan pengalaman yang paling berkesan bagi Oscar. Memberikan bantuan kemanusiaan bagi para returnees, para pengungsi yang kembali ke rumahnya setelah beberapa lama mengungsi karena konflik yang sebelumnya terjadi. Tantangan yang dihadapi oleh ICRC cukup rumit, karena bantuan yang diberikan hanya untuk para returnees, namun tetap harus memikirkan penduduk yang sebelumnya tidak meninggalkan rumahnya agar tidak terjadi kecemburuan yang akan menimbulkan konflik baru.

“Berdasarkan assesment yang kami lakukan setelah melakukan wawancara singkat dengan kedua kelompok, ternyata sebelum terjadi konflik, mereka hidup rukun bertetangga, kelompok Kristen sering diundang kelompok Islam untuk menangkap Babi liar di daerahnya.” Cerita Oscar. “Atas pertimbangan itu lah ICRC akhirnya memberikan bantuan berupa jaring babi, dengan panjang masing-masing 20 meter dan tinggi dua meter. Memburu babi liar disana merupakan kegiatan berkelompok yang dilakukan bersama 10-20 orang. Tujuan ICRC untuk mereka tercapai yaitu memberikan bantuan pangan, dan jangka panjangnya, semoga terjalin lagi keharmonisan antar warga.”

Setelah tiga tahun bekerja di ICRC Indonesia, Oscar berangkat ke Australia untuk meneruskan kuliahnya. “Setelah tiga tahun bekerja di ICRC, saya merasa masih harus banyak belajar, akhirnya saya memutuskan untuk kembali kuliah. Bidang yang saya ambil tidak pernah jauh dari Development Studies, lagi-lagi masih dibidang kemanusiaan.” Kata Oscar. “Setelah menyelesaikan kuliah, saya kembali mendaftar ke ICRC, berbekal passion yang besar terhadap kemanusiaan dan keinginan kuat untuk mempunyai pengalaman internasional, maka saya langsung mendaftar ke ICRC Jenewa.”

Cita-cita untuk mempunyai pengalaman yang berskala internasional, membuat Oscar mengambil keputusan untuk bekerja sebagai tenaga expatriat di ICRC. “Bekerja di ICRC dan menjadi tenaga expatriat, merupakan salah satu cara untuk meraih salah satu cita-cita saya, yaitu bekerja dengan skala internasional.” Jelas Oscar. “Selain itu, selama ini saya selalu penasaran mendengar dan melihat situasi di Afghanistan hanya melalui berita-berita di TV atau dari koran, saya berharap dengan bergabung bersama ICRC, saya dapat bekerja langsung di daerah-daerah konflik seperti Afghanistan.”

Mulai tahun 2010 lalu, Oscar menjalankan misi pertamanya di Afghanistan. Kendala utama yang ia dapatkan ketika memulai karirnya sebagai tenaga expatriat adalah rentang usia,  perbedaan usia yang cukup jauh dengan para staf lokal di sana. “Usia 30 tahun bagi seorang pekerja expatriat memang masih terhitung sangat muda, terlebih lagi staf lokal di Afghanistan memang sudah sangat berpengalaman, rata-rata usianya sudah sekitar 50 tahun.” Kata Oscar. Memegang jabatan penting di usia muda memang tidak mudah, terlebih lagi jika ia harus memimpin sebuah tim dimana stafnya berusia jauh di atasnya. “Awalnya memang sedikit canggung karena perbedaan usia yg jauh dan kedudukan senioritas yang jelas tergambarkan disana, namun menurut saya masalah ini pasti dapat diatasi jika kita dapat bekerjasama dengan baik, saling menghormati, dan bertoleransi terhadap rekan kerja.”

Setelah menjalankan misi pertamanya di Afghanistan selama dua tahun, Oscar kembali bertugas di Saadah, kemudian Aden – Yaman. Salah satu program bantuan yang diberikan oleh ICRC di Aden adalah Micro Economic Initiatives yaitu pemberian bantuan berupa uang tunai untuk korban konflik yang  menderita cacat karena perang. Karena menurut assesmen kelompok inilah yang paling termarjinalisasi, mereka jelas telah terkena dampak konflik, dari segi ekonomi sudah jelas sulit, ditambah keadaan mereka yang menderita cacat, semakin sulit untuk bisa menghidupi keluarga mereka, oleh karena itu ICRC memberikan bantuan cash grant (bantuan tunai) untuk menjadi modal usaha mereka. “Bantuan yang ICRC berikan terhadap mereka dari hal-hal kecil seperti biaya ternak, karena hasil ternaknya bisa mereka jual. Selain itu ada program distribusi benih, memberikan bantuan berupa bibit dan pupuk untuk para petani di daerah yang terkena konflik. Tidak lupa bantuan bahan pangan dan bahan non-pangan bagi para pengungsi.” Tambah Oscar.

“Menurut saya, tidak semua orang dapat bekerja dalam situasi konflik, mental yang kuat sangat dibutuhkan untuk bekerja dalam situasi seperti ini. Bayangkan saja, hanya dalam waktu seminggu saya bekerja di ICRC, saya langsung dikirim ke Ambon, dimana pada saat itu sedang terjadi konflik antar agama disana. Kami sempat terjebak di jalan ketika sedang memberikan bantuan kemanusiaan, dimana jalur tersebut terblokade oleh kedua kelompok yang sedang bertempur.” Cerita Oscar. “Namun untungnya tidak ada korban jiwa baik dari  kedua belah pihak yang bertempur maupun dari pihak ICRC, saya jadi belajar untuk tidak panik ketika berada di tengah pertempuran, pengalaman-pengalaman seperti inilah yang membuat saya bangga dan merasa beruntung bekerja pada organisasi sebesar ICRC.”

Oscar (kanan) ketika memberikan bantuan bantuan berupa bibit dan pupuk untuk para petani di Parwan, Afghanistan.

Kerjasama antara ICRC dan ARCS (Bulan Sabit Merah Afghanistan) mendistribusikan bantuan kemanusaain di Shahr, Afghanistan.

Pertemuan dengan perwakilan masyarakat dari Kapisa, Afghanistan.

Cerita pengalaman seru Oscar selama bertugas sebagai tenaga ekspatriat di beberapa Negara dapat kita dengarkan pada video wawancara berikut ini: