Yangon/Jenewa (ICRC) – Presiden Komite Internasional Palang Merah (ICRC), Peter Maurer, telah tiba di Myanmar pada 13 Januari lalu untuk mengadakan serangkaian pertemuan dengan Presiden Myanmar Thein Sein, beberapa pejabat tinggi pemerintah serta Presiden Perhimpunan Palang Merah Myanmar. Maurer juga berencana untuk mengunjungi negara bagian Rakhine, di mana ICRC selama ini melaksanakan beberapa kegiatan kemanusiaan. Maurer berkeinginan menyaksikan sendiri situasi orang-orang yang terkena dampak kekerasan antar-komunitas di daerah tersebut.
“Kunjungan ini sangat penting maknanya bagi kami,” kata Maurer. “Pemerintah Myanmar telah mengisyaratkan kesiapannya untuk mendiskusikan sejumlah isu kemanusiaan dengan kami. Kemajuan signifikan itu memperkuat dialog dan hubungan kami dengan Pemerintah Myanmar. Tahun lalu, telah terjadi perkembangan positif terkait berbagai isu, dimana ICRC bisa memberikan sumbangsih yang lebih besar dan bermanfaat bagi rakyat Myanmar “.
Pertemuan Maurer dengan pejabat pemerintah akan dilangsungkan di Nay Pyi Taw. “Pembicaraan diharapkan untuk fokus pada pengumuman pemerintah tahun lalu yang membuka ruang bagi staf kami untuk kembali melakukan kunjungan tahanan,” jelas Maurer. “Isu lainnya adalah akses yang lebih luas ke kawasan yang dilanda konflik seperti Negara Bagian Kachin dan Kayin. Yang juga tidak kalah pentingnya adalah pembicaraan mengenai kegiatan-kegiatan kami saat ini dan di masa mendatang di negara bagian Rakhine”.
Bersama Perhimpunan Palang Merah Myanmar (MRCS), ICRC telah mendistribusikan bantuan pokok dan vital bagi korban sakit, terluka dan mereka tercerai berai dari keluarga dan komunitasnya. Berpegang teguh pada prinsip netralitas dan ketidakberpihakan, kedua organisasi ini mengjangkau kedua kelompok yang bertikai tak lama setelah pecahnya kekerasan di Rakhine. ICRC dan MRCS mengevakuasi pasien yang tidak bisa bepergian sendiri ke fasilitas kesehatan, dan menyediakan pertolongan pertama bagi korban luka. Selain itu, ICRC merenovasi fasilitas kebersihan dan menyediakan air di kamp-kamp penampungan pengungsi.
ICRC mulai bekerja di Myanmar pada tahun 1986. Kegiatan utamanya adalah menyediakan rehabilitasi fisik bagi korban ranjau dan penyandang cacat lainnya. Antara tahun 1999 dan 2005, ICRC diperbolehkan melakukan kunjungan kepada tahanan di berbagai penjara; memberikan bantuan bagi warga sipil yang terkena dampak konflik; dan menyediakan perlengkapan dan obat-obatan yang dibutuhkan oleh rumah sakit yang merawat korban luka. Menjelang akhir tahun 2005, skop kegiatan menurun drastis setelah pemerintah membatasi ICRC melakukan kegiatan yang sesuai dengan prosedur standar organisasi.
Pada tahun 2007, hubungan dengan Myanmar memburuk menyusul kecaman terbuka ICRC terhadap pemerintah Myanmar atas pelanggaran Hukum Humaniter Internasional yang dilakukan terhadap warga sipil dan para tahanan, di antaranya tahanan yang dipekerjakan sebagai kuli angkut untuk membantu angkatan bersenjata. Namun, pada bulan November 2012, Pemerintah Myanmar mengumumkan bahwa ICRC kembali diperbolehkan untuk mengunjungi para tahanan.