Lebih dari 40 civitas akademika dari Universitas Alkhairaat (UNISA) dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Datokarama, Palu, Sulawesi Tengah, terlibat dalam webinar bertajuk Covid 19: Agama, Isu Kesehatan dan Penanganan Jenazah, 14 Mei 2020 lalu.

Meningkatnya kasus Covid 19 di Indonesia dengan angka kematian tertinggi di Kawasan ASEAN menimbulkan berbagai reaksi yang beragam. Kecemasan dan kekhawatiran muncul dan diperparah oleh disinformasi dan maraknya berita palsu atau hoax. Stigma negatif dan insiden penolakan jenazah pasien Covid 19 pun muncul di beberapa daerah. Di Jawa Tengah, seorang perawat yang meninggal karena Covid-19 ditolak pemakamannya di pemakaman umum karena penduduk setempat khawatir akan terjangkit virus. Seorang suami di Kolaka, Sulawesi Tenggara, bersikeras mengurusi jenazah istrinya yang diduga terinfeksi Covid-19 tanpa mematuhi protokol kesehatan dari pemerintah. Hasil tes kemudian menunjukan sang isteri positif Covid 19 beberapa hari setelah penguburan.

Berbagai kejadian dan insiden ini menandakan adanya jurang pemisah antara nilai-nilai agama dan adat setempat dengan pemahaman dan pengetahuan tentang ilmu kesehatan dan virologi. Dalam konteks itulah webinar digagas Delegasi Regional Komite Internasional Palang Merah (ICRC) untuk Indonesia dan Timor Leste bekerjasama dengan Universitas Alkhairaat.

Novriantoni Kaharuddin, penasehat ICRC untuk urusan kerjasama dengan kelompok beragama, menjelaskan reaksi dan peran kelompok atau organisasi keagamaan di Indonesia dalam penanggulangan Covid-19. Secara spesifik, seluruh kelompok agama di Indonesia telah mengeluarkan panduan terkait penyelenggaraan jenazah yang secara garis besarnya sejalan dengan arahan dan protokol kesehatan dari pemerintah.

Narasumber kedua, dr. Hans Herewila, dari Bagian Kesehatan ICRC, menyampaikan perkembangan kasus Covid-19 di Indonesia dan Sulawesi Tengah secara khusus, serta kaitannya dengan kesehatan masyarakat. Poin terpenting yang disampaikan adalah kenyataan bahwa Covid-19 adalah isu yang berkait-berkelindan sehingga peran lintas sektor, lintas agama, dan bahkan lintas disiplin ilmu sangat diperlukan.

Di presentasi pamungkas, Ahli Forensik ICRC, Eva Bruenisholz, menjelaskan bahwa penanganan jenazah di masa pandemi Covid-19 telah masuk dalam kategori seperti bencana. Eva menyampaikan bahwa manajemen jenazah adalah salah satu dari tiga pilar dari respon kemanusiaan dalam bencana, bersama dengan perawatan para penyintas dan pemulihan layanan dasar. Pesan utama presentasi ini menekankan tentang pentingnya mencari titik kompromi antara tuntutan agama dan budaya, serta pertimbangan medis atau kesehatan dalam prosesi penyelenggaraan jenazah, terutama dalam situasi yang tidak biasa.

Pada sesi diskusi dan tanya jawab, Abdul Aziz, dosen Fakultas Ekonomi, menekankan pentingnya prosesi penyelenggaraan jenazah untuk pasien Covid-19 disesuaikan, tidak hanya dengan protocol kesehatan, tapi juga tuntunan syariat. Dr. Arfan dari Fakultas Pertanian menambahkan bahwa webinar ini telah membuka kesempatan kolaborasi antara Fakultas Agama Islam dan Fakultas Kedokteran guna menjembatani kesenjangan dan kesalahpahaman yang muncul di tengah masyarakat. Sejalan dengan itu, Dr. Hasmani Noer, Dekan Fakultas Pertanian, mengusulkan untuk dilanjutkan dengan pelatihan pengananan jenazah untuk para mahasiswa yang tertarik menjadi relawan di lapangan.

Webinar yang berlangsung sekitar dua jam ini ditutup dengan sambutan Rektor Universitas Alkhairaat (UNISA), Dr. Umar Alatas. Beliau menyampaikan terima kasih atas komitmen ICRC dalam melanjutkan kerjasama dengan UNISA dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan mandat ICRC untuk misi kemanusiaan. Selain itu, beliau juga menekankan pentingnya pendekatan yang mengutamakan kesesuaian antara tuntutan syariat dan ilmu forensik dalam penanganan jenazah.

“Saya sangat bersepakat dengan Ahmed al-Dawoody yang menyarankan perlunya konvergensi antara ilmu forensik dan pedoman syariah untuk mengikis kekhawatiran masyarakat terkait penanganan jenazah keluarga yang meninggal. Kita berada di masa yang sulit dengan begitu banyak problematika sosial ekonomi, maka sebaiknya kita harus lebih proaktif dan bijak dalam menanggapi masalah.”

–Dr. Umar Alatas, Rektor Universitas Alkhairaat Palu