Lima orang wanita yang berada di pusat ortopedik ICRC di Kabul berbicara tentang tantangan khas yang biasanya dihadapi oleh wanita yang terluka akibat perang. Kami akan menurunkan tulisan dalam lima edisi untuk mengangkat kisah mereka.

 

“Sebagian tubuh saya hilang,

tapi saya memiliki diri saya seutuhnya”

Foto dan cerita: ©Nick Danziger

 

Haseeba

Haseeba di sela-sela kesibukannya sebagai petugas kebersihan di Pusat Ortopedi ICRC di Kabul.
©Nick Danziger

Hari-hari penuh kesibukan para fisioterapis di Pusat Ortopedi hanyalah salah satu indikasi dari besarnya jumlah orang yang terluka atau cacat secara permanen akibat konflik. Lihat saja kasus Haseeba yang menghitung setidaknya 10 kerabatnya yang kehilangan anggota tubuh mereka karena ranjau. Salah seorang bibinya bahkan tewas akibat ranjau. Enam keluarganya masih terus mendapat perawatan di salah satu dari tujuh pusat ortopedi ICRC di Afghanistan.

Dalam kondisi seperti itu, Haseeba sangat mensyukuri kaki palsu yang diterimanya dari ICRC. “Selama 7 tahun, saya tidak punya kaki palsu. Saya terpaksa memakai kruk,” kata Haseeba, ibu dari enam orang anak yang bekerja sebagai petugas kebersihan di Pusat Ortopedi ICRC di Kabul selama tiga tahun terakhir.

“Hadiah terbaik yang saya terima adalah pekerjaan,” kata Haseeba. Pada usia 7 tahun, dia kehilangan kaki kanannya akibat ledakan ranjau darat. Menikah pada usia 14 tahun, Haseeba tidak pernah sekolah sehingga pekerjaan formal tampaknya jauh dari jangkauannya. “Kini saya mandiri, saya menafkahi keluarga saya.”

“Saya sempat merasa putus asa selama bertahun-tahun. Sekarang saya sadar bahwa saya bisa melakukan apa saja: Sebagian tubuh saya hilang, tapi saya memiliki diri saya seutuhnya.”