Aceh Besar, Indonesia, 2005

Karena kecintaannya terhadap dunia sosial, membuat wanita asal Tasik ini berani mengambil resiko untuk bekerja di daerah-daerah konflik. Hingga saat ini, bersama dengan ICRC negara-negara konflik seperti Pakistan, Srilanka, Afrika sampai negara baru Sudan Selatan sudah pernah ia kunjungi.

Dengan ketekunan dan keingintahuan yang besar, Dining Tantri Samiyarsi memulai karirnya sebagai pekerja lapangan dengan tugas utama sebagai penterjemah di ICRC Jakarta yang ditugaskan di Maluku Utara pada tahun 2001 lalu. “Setelah menyelesaikan kuliah, seorang teman menghubungi saya dan menyarankan untuk mencoba melamar pekerjaan di ICRC Jakarta.” Kenang Dining. “Kala itu saya tidak mengetahui ICRC, namun teman saya mengatakan bahwa ICRC merupakan sebuah organisasi kemanusiaan terbesar dan tertua di dunia. Karena saya memang mencintai dunia sosial, makanya langsung tertarik dan melamar pekerjaan disini, akhirnya diterima dan langsung ditugaskan ke Ternate.”

Sub Delegasi Ternate didirikan untuk merespon korban konflik di Maluku Utara yang terjadi sejak tahun 1999. Cakupan tugas kemanusiaannya adalah mendistribusikan bantuan obat-obatan, alat pertanian sederhana termasuk bibit-bibit tumbuhan, alat rumah tangga seperti selimut, terpal dan alat masak, serta perlengkapan sekolah.

Pada misi pertamanya di Maluku Utara, Dining sudah dibuat terpana oleh tugas-tugas mulia yang dikerjakan oleh ICRC. “Bayangkan saja, Maluku Utara merupakan daerah kepulauan, untuk mencapai desa-desa terpencil kami harus menyebrangi lautan hanya dengan menggunakan kapal kecil. Jika bukan karena semangat kemanusiaan yang besar, mana mungkin bantuan kemanusiaan tersebut akan sampai kepada orang-orang yang membutuhkan?” Kata Dining. “Kegiatan kemanusiaan seperti inilah yang membuat saya semakin mencintai ICRC.”

Pada tahun 2002 sub delegasi Ternate ditutup, lalu ICRC kembali memberikan Dining kesempatan untuk bekerja di delegasi ICRC Jakarta. “Status saya bekerja di ICRC awalnya adalah kontrak, jadi setelah menyelesaikan tugas pertama saya di Ternate, maka selesai juga kontrak saya dengan ICRC. Namun ICRC Jakarta memberikan saya kepercayaan untuk kembali bekerja disini. Dengan latar belakang pendidikan saya, teknik sipil, maka saya mendapatkan kepercayaan untuk bertugas sebagai staf Water and Habitat.” Sejak saat itulah Dining terus bekerja di ICRC sampai tahun 2005.

Dining ketika bekerja di Aceh, Water Treatment Plant Aceh Besar, Indonesia, 2005. Salah satu kegiatannya ketika bekerja di ICRC Jakarta.

Satu tahun setelah kejadian Tsunami di Aceh pada tahun 2004 lalu, Dining keluar dari ICRC Jakarta dan mencoba bekerja pada organisasi Internasional lainnya. Namun karena kecintaannya pada palang merah, membawa Dining kembali ke ICRC. “Saya menyukai pekerjaan di ICRC, setelah membandingkan dengan tempat lain, ternyata kegiatan lapangan ICRC lah yang memang paling cocok dengan jiwa petualangan saya. Akhirnya saya memberanikan diri untuk melamar pekerjaan di ICRC Jenewa dan alhamdulillah keterima.” Sejak saat itulah Dining menjadi Insinyur wanita pertama Indonesia yang menjadi tenaga ekspatriat ICRC Jenewa sampai sekarang, cerita pengalaman serunya selama bertugas sebagai tenaga ekspatriat di beberapa Negara dapat kita dengarkan pada video wawancara berikut ini:

Berikut ini merupakan beberapa kegiatan Dining dalam foto:

Dining di tengah misinya membangun water supply system pada misi pertamanya sebagai tenaga expatriat Water and Habitat di Kashmir, Pakistan selama setahun. “Cukup mengesankan bagi saya karena baru pertama kali mengalami cuaca yang sangat ekstrim! Musim panas yang panasnya bisa mencapai 50 derajat celcius dan musim dingin sampai bersalju. Saya juga bangga akhirnya kita berhasil membangun 60 water supply system ke 60 desa disana.”

Salah satu project Dining di Afrika, membangun Water Supply System untuk warga setempat. “Hal-hal seperti inilah yang membuat saya bangga bekerja pada organisasi kemanusiaan terbesar dan tertua di dunia, ICRC. Tidak ada yang bisa mengalahkan senyuman di wajah orang-orang yang sudah kita bantu.”

Salah satu kejadian menarik yang terjadi di Sudan Selatan, penduduk setempat menyambut ICRC dengan masakkan Cow Meat Dung. Apa yang membuat masakan ini menarik? Mereka membakar daging sapi ini dengan menggunakan kotoran sapi atau Cow Dung. Berikut ini merupakan langkah-langkah pembakaran: 1. Mempersiapkan daging sapi yang akan dibakar; 2. Mempersiapkan api; 3. Membakar kotoran sapi; 4. Meletakkan daging sapi tersebut di atas kotoran sapi yang sudah menjadi arang; 5. Daging sapi kembali ditutupi kotoran sapi; 6. Daging sapi kembali diletakkan di atas tumpukan bakaran sebelumnya; 7. Daging sapi telah siap disajikan; 8. Kami memakan daging sapi yang telah selesai dibakar.

Karena situasi negara setempat dimana ICRC bekerja biasanya dalam situasi konflik, ICRC memberikan kompensasi hari libur (long weekend) diluar jatah cuti karyawan, untuk memberikan keringanan kepada karyawan yang biasanya bekerja di daerah yang agak sulit kehidupannya. Dining selalu menggunakan kesempatan tersebut untuk menyelam. “Ketika saya sudah merasa penat pada rutinitas pekerjaan saya, biasanya saya akan melihat peta dan mencari negara terdekat dari tempat saya bekerja, yang mempunyai lokasi penyelaman yang bagus, disitulah biasanya saya melepas penat.”