Penulis: Cédric Cotter, Peneliti

Istilah “fake news” (berita bohong) terus-menerus muncul di media selama beberapa tahun belakangan. Penyebaran informasi palsu yang disengaja tampaknya telah menjadi salah satu bahaya besar di zaman kita. Padahal isu tersebut bukanlah hal baru. Faktanya, semua konflik memunculkan propaganda, di mana berita bohong dikombinasikan dengan rumor, informasi menjadi senjata perang nyata dan fakta-fakta tampaknya sepenuhnya bersifat relatif. Perang Dunia Pertama tidak terkecuali dan banyak sejarawan menaruh minat pada penyebaran rumor tentang kekejaman yang dilakukan oleh musuh, pencucian otak, dan bagaimana propaganda diterima oleh warga sipil pada saat itu.

Tawanan perang: Korban fake news

Sektor kemanusiaan tidak luput dari perang informasi. Radikalisasi konflik dan bagaimana musuh digambarkan kepada penduduk secara negatif mempengaruhi perlakuan terhadap tawanan perang. Siklus pembalasan yang semakin keras terhadap jutaan orang yang dicabut kebebasannya didukung oleh kampanye propaganda yang membenarkan tindakan semacam itu. Sementara semua pihak yang bertikai bertanggung jawab – dalam tingkatan yang berbeda-beda – untuk kondisi interniran yang semakin memburuk, mereka dengan cepat mengeluhkan secara terbuka ketika warga negara mereka sendiri yang menderita. Setidaknya ada tiga jenis propaganda yang teramati: yang pertama dehumanisasi musuh yang ditangkap; yang kedua mengutuk perlakuan buruk terhadap para tahanan yang berada di tangan musuh; dan yang ketiga membela kondisi interniran di tanahnya sendiri. Ratusan selebaran, laporan, dan artikel surat kabar yang diklaim mengungkap kebenaran atau, entah bagaimana, meluruskan informasi, tak pelak lagi melukiskan gambaran bangsa yang agung memerangi musuh yang biadab dan licik. Tak terelakkan, publikasi-publikasi semacam ini secara sistematis dikutuk oleh pihak lawan begitu terbit.

Di tengah kekacauan ini, hampir tidak mungkin untuk memilah fakta dari fiksi, dan untuk mengetahui dengan pasti seperti apa kondisi interniran sebenarnya. Ketidakjelasan ini membuat para kerabat tahanan berada dalam kecemasan besar. Mereka sangat ingin tahu apakah orang-orang yang mereka cintai itu sehat, mendapat cukup makanan dan ditahan dalam kondisi higienis. Namun jawaban yang mereka terima bertentangan dan kebenaran retorika pemerintah dan laporan pers segera dipertanyakan.

Seorang delegasi ICRC mengunjungi tawanan perang Jerman di Kamp Beni-Amar, Maroko, selama Perang Dunia Pertama, 1914-1918. Atas permintaan pemerintah Jerman, ICRC mengirimkan tiga pasang delegasi dalam penugasan simultan ke Maroko (Dr Blanchod dan Dr Speiser), Tunisia (Dr Vernet dan Dr R. de Muralt) dan Aljazair (Mr P. Schatzmann dan Dr O.L. Cramer).

Seorang delegasi ICRC mengunjungi tawanan perang Jerman di Kamp Beni-Amar, Maroko, selama Perang Dunia Pertama, 1914-1918. Atas permintaan pemerintah Jerman, ICRC mengirimkan tiga pasang delegasi dalam penugasan simultan ke Maroko (Dr Blanchod dan Dr Speiser), Tunisia (Dr Vernet dan Dr R. de Muralt) dan Aljazair (Mr P. Schatzmann dan Dr O.L. Cramer).

Respon ICRC

ICRC tidak bisa tinggal diam menghadapi kebutuhan keluarga akan jawaban dan penderitaan yang disebabkan oleh rentetan retorika. Jadi ICRC memutuskan untuk melawan perang propaganda dengan manyajikan hasil pengamatannya sendiri. Pertama, ICRC terlibat dalam diplomasi kemanusiaan secara diam-diam tetapi berkelanjutan dengan pemerintah, dengan sabar menyajikan pandangan, pengamatan, dan sarannya untuk memperbaiki situasi tahanan.

Tetapi untuk meyakinkan keluarga-keluarga, ICRC juga – dan secara khusus – perlu mempublikasikan pengamatannya. ICRC menggunakan semua cara yang dimungkinkan untuk melakukannya. Platform pertama yang digunakannya adalah Bulletin, yang sekarang disebut International Review of the Red Cross, dan Nouvelles, jurnal mingguan Badan Tahanan Perang Internasional. Nouvelles didistribusikan secara luas kepada pemerintah negara-negara yang bertikai, Perhimpunan Nasional Palang Merah dan pers; jurnal ini menyoroti kondisi nyata di kamp-kamp, ??menyajikan fakta-fakta dan bahkan menampilkan foto-foto.

Faktanya, foto menjadi bentuk kontrapropaganda yang sangat efektif, karena disajikan sebagai bukti yang tak terbantahkan. Foto-foto yang diambil oleh delegasi ICRC sangat sukses, tidak hanya diterbitkan di Nouvelles tetapi juga dijual dalam bentuk kartu pos. Hingga Januari 1916, ada katalog lebih dari 140 kartu pos berbeda yang menampilkan kehidupan di kamp-kamp. Setelah beberapa negosiasi yang alot, ICRC bahkan berhasil meyakinkan pihak-pihak yang bertikai untuk mengirimkan foto-foto tersebut lebih lanjut untuk didistribusikan.

Delegasi ICRC mengunjungi Kamp Danzig-Troyl, Prusia. Perang Dunia Pertama, 1914-1918.

Delegasi ICRC mengunjungi Kamp Danzig-Troyl, Prusia. Perang Dunia Pertama, 1914-1918.

Terakhir, ICRC dapat memanfaatkan laporan yang ditulis oleh delegasinya setelah kembali dari lapangan. Sementara konfidentialitas sebelumnya merupakan merek dagang nyata dari organisasi ini, laporan yang dibuat selama Perang Dunia Pertama dipublikasikan untuk menjangkau sebanyak mungkin orang. Hal ini karena: (a) sasarannya bukan hanya pemerintah, tetapi juga masyarakat sipil; (b) berbagi konten yang objektif dan seimbang dimaksudkan untuk melawan perang informasi; dan (c) laporan-laporan tersebut dimaksudkan untuk meyakinkan keluarga tentang kondisi nyata di mana orang-orang yang mereka cintai ditahan.

Sampul salah satu laporan yang diterbitkan oleh ICRC.

Sampul salah satu laporan yang diterbitkan oleh ICRC.

Objektivitas sejati?

Bagaimana ICRC dapat menjamin bahwa informasi yang dibagikannya akurat? Beberapa faktor bersandar pada bobot dan kredibilitas komunikasinya. Berbeda dengan kebanyakan propagandis dan penyebar rumor yang beroperasi pada saat itu, delegasi ICRC benar-benar hadir di lapangan: mereka mengunjungi kamp secara langsung, membandingkan kondisi satu kamp dengan yang lain dan dapat menunjukkan pengamatan mereka sesuai kondisi di lapangan. Laporan mereka tidak diisi dengan rumor, tetapi dengan informasi yang dikumpulkan secara langsung dan pengamatan terperinci tentang apa yang sebenarnya mereka lihat – sesuatu yang secara konsisten mereka tekankan. Seperti yang ditunjukkan oleh sebuah laporan dari waktu itu, “Tidak mungkin memisahkan kebenaran dari massalnya tuduhan mementingkan diri sendiri dan berapi-api. Anda harus melihatnya sendiri, mengumpulkan fakta, mencatat data yang dapat dipercaya, memverifikasi klaim yang dibuat dan, di atas segalanya, memperhitungkan apa yang Anda saksikan dengan mata kepala sendiri.”*

Para delegasi tidak pernah gagal untuk mengingat objektivitas intrinsik dari pekerjaan mereka. Mereka menganggap diri mereka netral baik sebagai warga negara Swiss maupun sebagai perwakilan dari organisasi internasional yang karyanya memiliki dampak melampaui perang; dengan kata lain, kewarganegaraan dan cita-cita mereka mendorong mereka untuk bertindak dengan netral dan tidak memihak. Dari tahun 1915 dan seterusnya, delegasi mulai beroperasi berpasangan, dengan warga Swiss yang berbahasa Prancis dan Jerman menjadi pasangan, sehingga lebih menjamin keseimbangan dan objektivitas tertentu dalam pekerjaan mereka.

Upaya untuk menetapkan fakta dan mengungkap kebenaran ini mendapat sambutan yang beragam. Pihak-pihak yang bertikai menyambut baik pengamatan ICRC ketika pengamatan tersebut tampaknya mendukung propaganda mereka sendiri tetapi membantahnya ketika pengamatan tersebut dianggap tidak cukup kritis terhadap perlakuan musuh terhadap tahanan. Hampir tidak ada catatan dalam arsip tentang bagaimana reaksi keluarga tahanan, tetapi ada beberapa indikasi bahwa ICRC dianggap sebagai sumber informasi yang dapat diandalkan.

Laporan-laporan yang dikeluarkan oleh ICRC selama Perang Dunia Pertama.

Laporan-laporan yang dikeluarkan oleh ICRC selama Perang Dunia Pertama.

 

Jelas, pengamatan ICRC tidak mencerminkan gambaran keseluruhan. Bahkan pada saat itu, laporan para delegasi dikritik dan dianggap menutupi kebenaran. Keinginan untuk meyakinkan keluarga tahanan mungkin tidak sepenuhnya sesuai dengan keinginan untuk menggambarkan kondisi kamp seobjektif mungkin. Pihak-pihak yang bertikai juga menjaga agar kunjungan tetap terkendali, menjauhkan aspek kehidupan kamp yang paling tidak menyenangkan dari pandangan. Mungkin juga para delegasi, yang menghabiskan banyak waktu dan terkadang sedikit naif, benar-benar yakin dengan klaim mereka. Terakhir, banyak kamp dan detasemen kerja tidak pernah dikunjungi, hanya karena jumlahnya terlalu banyak. Namun demikian, kendati ada kelemahan, upaya ICRC untuk “memperbaiki catatan” tidak dapat disangkal membantu melawan fake news yang dihasilkan oleh perang propaganda.

Schatzman, delegasi ICRC, dengan tawanan perang Rusia dan Bulgaria di kamp Inggris Dudular, Salonika. Pasca Perang Dunia Pertama, 1914-1918.

Schatzman, delegasi ICRC, dengan tawanan perang Rusia dan Bulgaria di kamp Inggris Dudular, Salonika. Pasca Perang Dunia Pertama, 1914-1918.

Kesimpulan

Meskipun istilah “fake news” belum digunakan antara tahun 1914 dan 1918, masalahnya pasti sudah ada. Mengontrol informasi selalu, dan terus menjadi, metode peperangan – tetapi cara informasi diedarkan telah berubah secara dramatis dalam waktu satu abad. Selama Perang Dunia Pertama, pihak-pihak yang bertikai memiliki kendali penuh atas pers dan propaganda mereka, secara efektif menyensor apa yang mereka sukai. Saat ini, jauh lebih sulit untuk mengontrol informasi. Media sosial semakin penting, memberi setiap orang kesempatan untuk menjadi jurnalis mereka sendiri. Sementara fake news sering kali merupakan buah dari beberapa strategi propaganda yang sangat rumit, menjadi mudah untuk menyebarkannya tanpa khawatir apakah itu benar atau tidak – terkadang tidak disengaja – dan lebih sulit untuk dilawan.

Sejak 1918, komunikasi ICRC juga telah berkembang pesat. Pendekatan improvisasinya selama Perang Dunia Pertama telah digantikan oleh strategi komunikasi yang tepat, di mana informasi dipilih dengan cermat untuk konsumsi publik. Laporan delegasi sekarang bersifat konfidensial dan sudah ada tim yang bekerja secara khusus di bidang komunikasi publik, termasuk media sosial.

Sementara dunia telah berubah, dan ICRC juga berubah, beberapa hal tetap sama. Seperti pada tahun 1918, para delegasi saat ini masih harus mendasarkan pengamatan mereka pada apa yang sebenarnya mereka lihat dan mematuhi prinsip-prinsip netralitas dan ketidakberpihakan, yang menopang pekerjaan mereka. Pernyataan ICRC masih diperiksa dengan cermat sebelum dibagikan; dan mereka masih sangat dapat diandalkan karena organisasi tersebut hadir di lapangan, bekerja secara langsung dengan para korban dan menyaksikan langsung penderitaan mereka. Sayangnya, masih ada juga yang berusaha memanipulasi apa yang dikatakan ICRC. Terakhir, seperti pada tahun 1918, ICRC masih memiliki tujuan tunggal untuk memberikan bantuan dan perlindungan kepada korban perang dan kewajiban untuk berbagi pengamatannya tentang konsekuensi konflik bersenjata seobjektif mungkin.

 

* Kutipan yang diterjemahkan dari laporan delegasi ICRC F. Thormeyer dan Dr F. Ferrière Jr. pada kunjungan mereka ke kamp penjara di Rusia antara Oktober 1915 dan Februari 1916, hanya ada dalam bahasa Prancis: Rapport de MM. F. Thormeyer et Dr F. Ferrière junr. sur leurs visites aux camps de prisonniers en Russie, octobre 1915 à février 1916, Seri kedelapan, Librairie Georg & Cie, Jenewa / Librairie Fischbacher, Paris, Maret 1916, hlm. 6.