Satu peleton TNI sedang melakukan patroli dan terlibat kontak senjata dengan kelompok separatis. Kelompok separatis yang terdesak, berlindung ke sebuah mesjid lalu menyandera dan menjadikan tameng hidup beberapa penduduk setempat yang tengah beribadah. Perintah untuk menyerahkan diri dan tembakan peringatan tidak digubris tapi dibalas dengan tembakan membabi buta yang kontan direspon dengan tembakan pula oleh satuan TNI. Korban pun berjatuhan.
Cerita nyata? Bukan! Ini merupakan satu dari empat skenario yang disusun oleh Dinas Hukum TNI Angkatan Darat (Diskumad) dan didemonstrasikan di hadapan para guru militer (Gumil) dan taruna tingkat akhir (IV) Akademi Militer di Magelang, Jawa Tengah pada hari Rabu, 14 Maret lalu. Simulasi ini menutup rangkaian kegiatan tiga hari diseminasi HHI dan Hukum HAM melalui kerjasama Diskumad TNI dan Komite Internasional Palang Merah (ICRC). Selama dua hari sebelumnya, para taruna dan gumil mengikuti kuliah hukum tentang Hukum Humaniter Internasional (HHI) dan Hukum HAM yang dibawakan oleh beberapa orang perwira dari Diskumad, Kementerian Pertahananan dan staf ICRC.
“Pengetahuan tentang Hukum HAM dan HHI penting sekali supaya dalam operasi, prajurit tidak dihantui perasaan takut melanggar HAM atau HHI,” kata Brigjen Adi Gunadi, Wakil Gubernur Akmil dalam upacara pembukaan. “Sepanjang tentara profesional, hal semacam itu tidak akan terjadi.”
Dalam sesi kelas, taruna dan gumil mendalami dan berdiskusi tentang prinsip dasar HHI dan Hukum HAM, di antaranya tanggung jawab komando, aturan pelibatan (rules of engagement – RoE), dan perlakuan terhadap tawanan perang/tahanan operasi. Kesempatan tersebut kian berharga terutama bagi taruna, karena pengajar tidak hanya menyampaikan materi textbook melainkan juga membagi pengalaman mereka di lapangan, baik ketika terlibat dalam berbagai operasi militer dalam negeri maupun dalam penugasan internasional mereka sebagai military observers di beberapa negara. Alhasil, pertanyaan kritis dan keraguan peserta tidak hanya dijawab berdasarkan ketentuan hukum di buku tapi juga dilengkapi pengalaman praktis pemateri di lapangan.
Sikap kritis dari para calon pemimpin masa depan TNI dan (mungkin) Indonesia ini semakin terlihat pada sesi skenario lapangan di hari ketiga. Empat skenario yang didemonstrasikan dengan baik oleh Tim Pelatihan dan Demonstrasi Akmil dikupas dari berbagai aspek, dan perbedaan penafsiran atas sebagian situasi antara taruna dan gumil pun tidak terhindarkan. Namun demikian, ulasan penutup mengenai masing-masing skenario yang dipaparkan secara jenaka tapi berbobot oleh Letkol. CHK Wahyu Wibowo dapat mempertemukan perbedaan pandangan gumil dan taruna.
Kegiatan di Akademi Militer merupakan bagian dari program kerja sama antara ICRC dan Diskumad untuk mendiseminasikan Hukum Humaniter Internasional di kalangan TNI Angkatan Darat. Tim pengajar Diskumad TNI antara lain Kol. CHK Natsri Anshari, Kol. CHK Agus Dhani MD., Kol. CHK Wahyu Wibowo, Letkol. CHK Tiarsen B., Mayor CHK Fika, Kapten CHK Fadilah dan Kapten CHK Gatot Sumarjono, sedangkan tim dari ICRC terdiri dari Dinihari Puspita dan Sonny Nomer.