Selama 10 tahun terakhir, Komite Internasional Palang Merah (ICRC) berusaha untuk menjadikan pembangunan berkelanjutan sebagai bagian praktis dari kegiatan kemanusiaannya. Beberapa percobaan inovatif – produksi biogas sebagai bagian dari pembuangan limbah di penjara di Rwanda, Nepal dan Filipina, panel-panel tenaga matahari untuk menggerakan pompa air di Sudan Selatan dan memanaskan air di sebuah penjara di Filipina, dll – terus dilakukan untuk mengurangi dampak aktivitas manusia terhadap lingkungan. Dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia dan menjelang Konferensi Rio PBB mengenai pembangunan berkelanjutan pada pertengahan Juni tahun ini, berikut ini adalah ulasan singkat proyek-proyek terkait dari ICRC.
Di sepanjang sisi luar sebuah penjara di Rwanda, kubah biogas mengintip keluar dari bumi. Masing-masing kubah memiliki luas 100m2. Di dalamnya, kotoran manusia mengalami proses pembusukan dan mengeluarkan zat metana. “Benar, sistem ini lebih mahal dari septic tank biasa,” kata Alain Oppliger, penasihat ICRC untuk Pembangunan Berkelanjutan, “tapi sangat layak dari segi dampak terhadap lingkungan.”
Keuntungan utama sistem ini adalah melindungi kesehatan penghuni penjara, karena mengosongkan septic tank secara manual menimbulkan risiko tinggi kontaminasi berbahaya. Manfaat lainnya, zat metana yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak. Kalau ini tidak ada, para juru masak di penjara Rwanda terus menggunakan kayu bakar sehingga menimbulkan deforestasi di sekitar lingkungan penjara dan membuat mereka menghabiskan waktu berjam-jam di lingkungan yang dipenuhi asap.
Dengan adanya penggunaan gas untuk memasak, ICRC mencatat adanya penurunan sekitar 25 – 45% penebangan pohon di dekat penjara. Selain itu, sisa limbah juga digunakan sebagai pupuk untuk perkebunan pisang dan kopi. ICRC, kata Oppliger, memiliki tugas kemanusiaan untuk melakukan apapun guna melindungi lingkungan di tempat ICRC bekerja. Sistem biogas yang diperkenalkan ICRC di Rwanda 10 tahun lalu, kini juga dilaksanakan di Nepal dan Filipina, dimana 13 penjara sudah memanfaatkan sistem ini.
Panel Tenaga Matahari
Proyek lain yang sedang dikerjakan ICRC adalah pemanfaatan tenaga matahari. Di kota Akobo, Sudan Selatan, misalnya, ICRC telah memasang panel tenaga matahari dan menyelesaikan proses menggali empat sumur yang dipasangi pompa air. Pompa-pompa tersebut terhubung ke jaringan distribusi ke 11 lokasi yang akan memasok kebutuhan 55.000 orang. Seluruh sistem tersebut dioperasikan menggunakan tenaga matahari. Panel sejenis juga telah dipasang di penjara di Filipina untuk memanaskan air di dapur mereka.
Program pemanfaatan tenaga alternatif ICRC di Rwanda, Nepal, Filipina, dan Sudan Selatan baru langkah awal. Sejak September 2011 lalu, ICRC mengadopsi kebijakan pembangunan berkelanjutan yang bertujuan untuk mengintegrasikan perlindungan lingkungan, keberlanjutan ekonomi, dan tanggung jawab sosial ke dalam kegiatan-kegiatan dan proses pengambilan keputusannya.
Manfaat untuk Masa Depan
ICRC telah mengeluarkan pedoman operasi bantuan dan pengelolaan limbah beracun medis, limbah bengkel dan komponen-komponen elektronik bekas. ICRC di Bogotá, New Delhi dan Nairobi telah menerapkan aturan-aturan tersebut. ICRC berharap agar dalam waktu dua tahun mendatang sudah berlaku di 13 delegasi ICRC lainnya.
“Sekarang kami bisa menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan sejak awal operasi kami”, kata Oppliger. “Dan ini artinya kami bisa bersiap untuk rekonstruksi pasca-konflik sedemikian rupa tanpa menghambat kemampuan kami menghadapi situasi darurat saat ini. Ini benar-benar menjadi bagian dari usaha terus menerus kami untuk meningkatkan kualitas operasi kami.”
Apa yang dikatakan oleh hukum
Menurut Hukum Humaniter Internasional (HHI), lingkungan hidup memiliki status sebagai “objek sipil”. Artinya HHI melindunginya dari serangan. Perlindungan ini berakhir hanya jika “objek” tersebut dianggap sebagai sasaran militer. Tentu saja, jika hal ini harus terjadi, prinsip-prinsip umum hukum perang – seperti prinsip proporsionalitas – masih berlaku dan juga ada hukum kebiasaan (lihat Aturan 43 dari Hukum Humaniter Internasional Kebiasaan). Selain itu, Pasal 35, ayat 3, dan Pasal 55 Protokol Tambahan I secara khusus melarang aksi perang yang “dapat menyebabkan … kerusakan lingkungan hidup”. ICRC saat ini sedang merevisi aturan-aturan perlindungan lingkungan hidup untuk manual militer.
ICRC di Rio+20
Pada Konferensi PBB mengenai Pembangunan Berkelanjutan, ICRC akan mengangkat isu kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kontaminasi senjata. Kontaminasi di negara-negara yang terkena dampak dari konflik akhir-akhir ini selain dapat merenggut nyawa seseorang dan membuat lahan tidak dapat digunakan kembali, juga bisa merenggut lebih banyak korban beberapa dasawarsa kemudian, setelah perang usai. Ini menjadi masalah utama di lebih dari 40% negara dimana ICRC beroperasi saat ini. ICRC telah membentuk unit kontaminasi senjata yang bekerja untuk meminimalkan dampak senjata, dengan melaksanakan program untuk membersihkan dan memusnahkan senjata dan bahan peledak sisa perang, dan meningkatkan kesadaran warga setempat mengenai bahaya tersebut. Peserta Rio+20 dan masyarakat umum diundang untuk berkunjung ke stand ICRC di Athlete’s Park, di Barra da Tijuca, Rio de Jeneiro. ICRC akan mengadakan pameran foto mulai dari tanggal 13-24 Juni 2012 mendatang. Dan pada tanggal 14 Juni pkl. 13.30 waktu setempat, akan diadakan bincang-bincang mengenai kontaminasi senjata di ruang T-5, Riocentro, untuk komite persiapan Rio+20.