Sebuah forum akademik belum lama ini dilaksanakan oleh Sekolah Tinggi Hukum Militer (STHM) TNI Angkatan Darat untuk berbicara tentang pelibatan militer dalam konflik bersenjata internal atau non-internasional. Forum berjudul “Peran Militer Mengatasi Gerakan Separatis Bersenjata dalam Konflik Internal Menurut Hukum Humaniter” dengan sub-tema ‘Peran TNI dalam Mengatasi Gerakan Separatis Bersenjata di Papua Berdasarkan Hukum Humaniter’ digelar pada Kamis, 4 Maret 2021 lalu dan diikuti oleh lebih dari 750 peserta secara daring (online) dan lebih dari 50 peserta secara luring (offline).
Forum ini melibatkan beberapa akademisi ternama di Indonesia, antara lain Prof. Hikmahanto Juwana, S.H., LL.M., Ph.D. (Anggota Senat Guru Besar STHM TNI AD) sebagai Pembicara Kunci, Prof. Dr. FX. Adji Samekto, S.H., M.Hum. (Guru Besar Hukum Internasional Universitas Diponegoro), sebagai salah satu narasumber, Dr. Andrey Sujatmoko, S.H., M.H. (Pusat Studi Hukum Humaniter dan HAM Universitas Trisakti), dan Kolonel CHK Asep Darmawan, S.H., M.Si., M.H. (STHM TNI AD), keduanya sebagai penanggap, serta Dr. Trihoni Nalesti Dewi, S.H., M.Hum. (Fakultas Hukum Unika Soegijapranata) selaku moderator. Komite Internasional Palang Merah (ICRC) yang juga diundang sebagai salah satu narasumber diwakili oleh Penasihat Hukum Delegasi Regional ICRC untuk Indonesia dan Timor-Leste, Donny Putranto, S.H., LL.M.
Ketika menyangkut separatis bersenjata, penindakannya bukan lagi ranah penegakan hukum tetapi penegakan kedaulatan.
Brigjen TNI DR. Tiarsen Buaton, S.H., LL.M. (Ketua STHM TNI AD)
Ketika membuka forum akademik ini, Brigjen TNI DR. Tiarsen Buaton, S.H., LL.M. selaku Ketua STHM TNI AD, menyampaikan bahwa forum ini penting untuk mendekatkan dan mempertemukan persepsi militer dan masyarakat sipil terkait pelibatan angkatan bersenjata dalam menangani separatis bersenjata.
“Ketika menyangkut separatis bersenjata, penindakannya bukan lagi ranah penegakan hukum tetapi penegakan kedaulatan, sehingga militer akan dikerahkan untuk mengatasinya. Pelibatan semacam itu sudah diatur dalam hukum nasional dan Pasal 3 Kembar Konvensi Jenewa I, II, III, dan IV Tahun 1949,” kata Brigjen Tiarsen.
Sementara itu, Donny Putranto dari ICRC memaparkan secara garis besar aturan-aturan dasar HHI, klasifikasi konflik bersenjata*, dan keberlakuan HHI dan rezim hukum lain dalam konflik bersenjata non-internasional (KBNI).
“HHI yang sering juga disebut Hukum Perikemanusian Internasional atau Hukum Perang bertujuan untuk membatasi dampak dari konflik bersenjata dengan cara melindungi mereka yang tidak atau tidak lagi terlibat dalam pertempuran dan membatasi cara dan metode peperangan,” papar Donny. Dia menambahkan bahwa HHI tidak berbicara tentang alasan atau sah atau tidaknya suatu konflik bersenjata, termasuk KBNI.
Pelibatan militer dalam merespon sebuah situasi keamanan dalam negeri merupakan diskresi negara selama itu sejalan dengan hukum nasional, hukum HAM, HHI, dan hukum internasional terkait.
Donny Putranto, S.H., LL.M. (Penasihat Hukum Delgasi Regional ICRC untuk Indonesia & Timor-Leste)
Donny juga menjelaskan bahwa ada beberapa indikator (bukan persyaratan), sebelum suatu situasi dikategorikan sebagai KBNI, yakni tingkat organisasi kelompok bersenjata yang terlibat dan intensitas konflik itu sendiri. Akan halnya kerangka hukum yang berlaku selama adanya KBNI, Donny menyampaikan ada tiga rezim hukum yang biasanya berlaku, yakni HHI terutama Pasal 3 Konvensi-konvensi Jenewa, Protokol Tambahan II 1977 jika negara tersebut sudah meratifikasinya, Hukum Humaniter Kebiasaan, Hukum Hak Asasi Manusia, dan Hukum Nasional konflik itu terjadi.
Pada akhirnya, terkait pelibatan angkatan bersenjata atau institusi lain dalam merespon sebuah situasi keamanan dalam negeri, Donny menyampaikan bahwa hal tersebut sepenuhnya merupakan diskresi negara selama itu sejalan dengan hukum nasional, hukum HAM, HHI, dan hukum internasional terkait.
Forum akademik ini, termasuk pemaparan dari narasumber dan penanggap, dapat dilihat secara utuh melalui link ini (Terakhir dikunjungi 10 Maret 2021).
* Mengenai klasifikasi konflik bersenjata, ICRC telah mengeluarkan sebuah Opinion Paper. Pembahasan lebih rinci mengenai klasifikasi konflik bersenjata dapat ditemukan pada dokumen ini.