Masih dalam rangkaian acara diskusi publik dan peluncuran buku “Islam dan Hukum Humaniter Internasional”, di Auditorium Student Center UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada hari Senin 14 Mei 2012 lalu. Setelah buku “Islam dan Hukum Humaniter Internasional” resmi diluncurkan, Komite Internasional Palang Merah (ICRC) bekerjasama dengan penerbit Mizan dan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta mengadadakan acara Diskusi Terbatas Buku Islam dan Hukum Humaniter Internasional pada siang Harinya.
Acara pada sesi ke dua yang dilaksanakan pada siang hari tak kalah seru dan menarik. Acara yang dirancang untuk kalangan terbatas yang terdiri dari para dosen, aktifis organisasi kemanusiaan dan wartawan ini dihadiri oleh sekitar 40 orang peserta. Tema yang yang diangkat dalam diskusi terbatas ini adalah Islam dan prinsip-prinsip dasar aksi kemanusiaan, yang pada tataran diskusi kemudian menyentuh juga pada pembahasan tentang Islam dan Hukum Humaniter Internasional. Dalam acara ini tampil dua orang panelis, Dr. Ameur Zemmali dan Badriyah Fayumi, MA (Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia). Dalam diskusi pembukaannya, Ameur Zemmali memaparkan sejarah, visi dan misi ICRC. Beliau juga menambahkan bahwa 7 dasar kinerja ICRC, Humanity, Impartiality, Neutrality, Independent, Voluntary service, Unity and Universality, adalah nilai-nilai yang juga selaras dengan hukum Islam. Menurut pandangan beliau, Hukum Humaniter Internasional (HHI) tidaklah bertentangan dengan hukum Islam. Bahkan, lanjutnya, hukum Islam adalah inspirasi penting bagi pertumbuhan HHI. Islam, sebagaimana bisa dilihat dalam Al-Qur’an dan Hadits, telah dengan terang benderang mengatur dasar-dasar aksi kemanusiaan.
Sementara itu, Badriyah Fayumi, MA mengatakan bahwa HHI tidak bisa dibandingkan secara apple to apple dengan syariah Islam. Meski demikian, menurut beliau, jika diteliti lebih mendalam, hampir tidak ada pertentangan antara hukum Islam dan HHI. Menurutnya, dalam fiqih Islam, ajaran terkait hukum humaniter sering dicantumkan dalam bab fiqh jihad atau fiqh siyar. Untuk itu, beliau mengusulkan gagasan untuk mencoba memformulasikan apa yang disebut fiqh al insaniyah, atau fikih kemanusiaan, sebagai strategi untuk mensosialisasikan gagasan hukum humaniter kepada kelompok-kelompok Islam. Fiqh al Insaniyah ini, menurut Badriyah, digagas mencotoh suksesnya gagasan fiqh al nisa, atau fiqih perempuan yang digagas oleh para aktivis perempuan.
Dalam diskusi kemudian terungkap bahwa bagi kalangan akademisi, sebagaimana diungkap oleh seorang dosen Fakultas Syariah & Hukum UIN Jakarta, Dr. Asmawi, literatur Islam dan Hukum Humaniter, terutama dalam bahasa Indonesia masih sangat jarang ditemukan. Karena itu, penerbitan buku ini merupakan sebuah terobosan yang harus diapresiasi. Buku ini bisa dijadikan buku ajar bagi para mahasiswa di kampus-kampus universitas Islam. Meski begitu, bagi para praktisi NGO, sebagaimana diungkap oleh Budi Setiawan dari Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) penerapan prinsip-prinsip dasar hukum kemanusiaan telah menjadi bagian dari aktivitas sehari-hari.
Acara yang dipandu oleh Zezen Zainal Muttaqin (Konsultan ICRC Jakarta) berlangsung menarik dan mendapat apresiasi yang meriah dari peserta yang hadir. Pertanyaan, jawaban serta gagasan-gagasan yang terlontar dari pembicara dan peserta menambah dinamisnya diskusi di siang hari tersebut.