Jakarta (ICRC) – Komite Internasional Palang Merah (ICRC) bekerjasama dengan penerbit Mizan dan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, mengadakan acara diskusi publik dan peluncuran buku “Islam dan Hukum Humaniter Internasional”. Buku tersebut merupakan terjemahan dari naskah asli berbahasa Arab “Maqalat fi al-Qanun al-Duwali Al Insani wa al-Islam” (ICRC:2007), dan diterbitkan bersama oleh ICRC dan penerbit Mizan, Jakarta. Acara tersebut bertempat di Auditorium Student Center UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada hari Senin 14 Mei 2012 jam 10 pagi, dan dihadiri oleh sekitar 350 peserta.
Acara dibuka oleh Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Prof.Dr. Komarudin Hidayat. Beliau menceritakan ICRC adalah organisasi yang sudah lama berdiri di dunia ini, bahkan delegasi ICRC pernah mengunjungi dan memberikan pelayanan kepada Presiden Pertama RI, Bung Karno semasa beliau di dalam tahanan pemerintah kolonial. Beliau juga menyatakan bahwa semangat dan energi ICRC sejalan dengan ajaran Islam. Nasionalisme di Indonesia, menurut beliau, sebenarnya adalah nasionalisme sipil, yang berdasarkan pada ide-ide kemanusiaan yang tercermin melalui pembukaan UUD 1945. Semangat ini mirip dengan semangat Islam dan semangat Komite Internasional Palang Merah.
Sambutan kedua disampaikan oleh Dr. Haidar Bagir, MA, pendiri dan CEO penerbit Mizan. Atas nama Mizan, beliau menyampaikan rasa syukur atas kerjasama dengan ICRC dalam menerbitkan buku yang sangat penting ini. Menurut beliau buku ‘Islam dan Hukum Humaniter’ memiliki dua aspek yang sangat penting; Pertama, buku tersebut berisi muatan yang tidak terlalu dikenal di Indonesia, yaitu kemanusiaan dalam hukum Islam, Kedua, buku ini diterbitkan oleh ICRC sehingga kredibilitasnya terjaga. Kemudian, beliau menekankan juga pentingnya umat Islam mengubah pemahaman Islam dari nomos oriented (agama yang berorientasi hukum) ke eros oriented (agama yang berorientasi cinta kasih). Ini tidak berarti bahwa Islam tidak memiliki orientasi hukum, tapi harus diingat bahwa nomos yang ditundukkan oleh eros. Sebagai ilustrasi beliau menerangkan bahwa para sufi telah membagi Asmaul Husna menjadi dua kategori yaitu kelompok Jalaliyat dan kelompok Jamaliyat. Ketika kita mendengar nama-nama Jalaliyat, membuat kita gemetar, sedangkan nama-nama Jamaliyat membawa kita mengasihi Allah. Islam memiliki keduanya, tetapi Allah menunjukkan diriNya dalam nama-nama Jamaliyat lima kali lebih dari Jalaliyat. Nabi Muhammad berkata, “Tuhan adalah Cinta.” Nabi sendiri mengatakan bahwa kasih adalah prinsipnya. Meskipun Islam juga memiliki orientasi hukum, tetapi prinsip-prinsip dasar Islam adalah cinta.
Selanjutnya, Kepala Delegasi Regional ICRC, Frédéric Fournier berkesempatan memberikan sambutannya. Ada ungkapan menarik dari beliau yang menyatakan bahwa di kalangan masyarakat acapkali ada pemahaman yang keliru dalam memahami topik “Islam dan Hukum Humaniter Internasional”. Kekeliruan yang pertama, menurut beliau, adalah adanya pemahaman dan upaya untuk “mengislamisasikan” Hukum Humaniter Internasional. Sebaliknya, pemahaman keliru yang kedua adalah upaya untuk “menghumaniterkan” Hukum Islam. Menurut Frédéric, ICRC tidak akan pernah berbicara dari sudut pandang agama tertentu, karena itu bukanlah tugas, maupun mandat dan keahlian ICRC. Tentunya, menurut beliau, akan lebih baik jika di satu sisi kita tetap memberi batasan dan perbedaan yang jelas antara tradisi hukum Islam dengan Hukum Humaniter Internasional. Namun, di sisi lain kita juga bisa melihat adanya titik-titik persamaan pandangan antara keduanya. Dalam hal ini, beliau menyebutkan beberapa contoh dalam situasi konflik. Di antaranya adalah persamaan dalam hal perlakuan terhadap korban luka, kelompok-kelompok yang dilindungi, perlakuan terhadap tahanan, termasuk konsep proporsionalitas dalam penggunaan kekuatan bersenjata.
Setelah seremoni pembukaan, Rina Rusman. MH (Penasihat Hukum ICRC) memandu jalannya diskusi yang menampilkan tiga orang pakar Hukum Islam dan Hukum Internasional. Ketiga pakar tersebut adalah Dr. Ameur Zemmali (Pakar Hukum Islam dan Penasihat Hukum ICRC), Dr. JM Muslimin (Pengamat Hukum Islam dari Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah) dan Dr. Siti Ruhaini Dzuhayatin (Komisioner HAM Organisasi Kerjasama Negara-negara Islam). Sekitar 350 civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah terlihat sangat antusias mengikuti diskusi tersebut dari awal hingga akhir jalannya acara.
Dr. Siti Ruhaini Dzuhayatin menyatakan apresiasi yang tinggi kepada ICRC dan Mizan atas penerjemahan dan penerbitan buku tersebut. Beliau menyoroti mengapa tema Hukum Humaniter Internasional jarang terdengar di Indonesia. Beliau beragumen bahwa hal tersebut karena Indonesia relatif terisolasi dari konflik skala besar dan berada dalam zona cukup aman. Di Indonesia, lanjutnya, Hukum Humaniter Internasional dianggap sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia. Beliau juga menyatakan bahwa kita perlu memperkuat gerakan Etika Global yang diprakarsai oleh para Mufti Timur Tengah, yang menyatakan bahwa tidak ada kompatibilitas langsung antara Islam dan Hak Asasi Manusia (HAM), tetapi juga tidak ada kontradiksi permanen antara Islam dan prinsip-prinsip universal HAM.