Di usianya yang masih terbilang muda, bapak dari tiga orang putera ini sudah menjadi tenaga ekspatriat di Komite Internasional Palang Merah (ICRC). Memulai karirnya sebagai staf Teknologi Informasi (TI) di ICRC Jakarta pada tahun 2001 dan hanya dalam hitungan bulan ia sudah bertanggung jawab untuk menjadi TI regional yang membawahi ICRC delegasi di Filipina, Malaysia, Indonesia dan Timor Leste. Kini ia telah menjadi tenaga ekspatriat ICRC dan menjalankan misinya di Juba, Sudan Selatan.
Mengenal dunia kemanusiaan sejak kecil
Menganggap kegiatan palang merah merupakan hal yang kurang jantan, ia lantas mengambil ekstra kurikuler pecinta alam. “Rambut gondrong, kulit hitam dan bawa barang berat, menurut saya pada saat itu seperti itulah sosok seorang laki-laki seharusnya. Palang Merah Remaja (PMR) itu adalah kegiatan anak perempuan.” Ujarnya sambil tertawa. “Namun kejadian dimana guru Bahasa Inggris saya, yang mana pada saat itu beliau adalah pembina PMR di sekolah, memberikan nilai merah di Raport saya, dengan alasan karena saya tidak mempunyai sikap yang baik, memang saya nakal sekali ketika sekolah dulu. Demi mengambil hati beliau, saya masuk ekstra kurikuler PMR, dan akhirnya malah mencintai dunia itu hingga sekarang.”
Ketika Sekolah Menengah Atas (SMA) ia kembali mengikuti ekstra kurikuler pecinta alam, bersama teman-temannya, ia berpetualang ke luar kota menumpang truk yang ia temukan di tengah jalan. “Berjalan-jalan dengan menggunakan biaya yang minim, berpetualang naik truk dengan teman-teman, melihat tempat baru, dan bertemu dengan orang-orang baru di perjalanan, merupakan kebanggaan dan hobi saya dari dulu.” Kenangnya. “Dari situlah saya melihat bahwa ICRC ternyata cocok dengan jiwa petualang saya.”
Hobi dan cita-cita
Dari hobinya yang suka melihat tempat-tempat baru dan bercita-cita untuk keliling dunia, akhirnya Budi memilih untuk mengambil jurusan TI. “Bagaimana caranya mengetahui dunia luas tanpa kita harus bergerak banyak? Disini saya menemukan cara yang sangat cocok, yaitu dengan menggunakan komputer, kita tidak perlu bergerak banyak tapi kita bisa mengetahui tempat-tempat di seluruh dunia.” Paparnya. “Namun ternyata bekerja dengan ICRC memberikan saya kesempatan untuk melihat dunia tidak hanya dari layar komputer, melainkan langsung mengalaminya sendiri.”
Bergabung di ICRC Jakarta pada bulan Agustus 2001, dengan tugas utama menjadi staf TI di Indonesia. Namun tak lama setelah itu, tepatnya pada bulan Februari 2002, ICRC membuka kantor delegasi di Malaysia. Budi ditugaskan untuk membantu ICRC Malaysia, dan akhirnya juga bertanggung jawab terhadap delegasi tersebut. Kemudian pada Juni 2002, ICRC di Filipina mengurangi posisi tenaga ekspatriatnya, maka ia juga diminta untuk bertanggung jawab terhadap delegasi ICRC di Filipina. Sejak saat itulah, Budi bertanggung jawab sebagai TI Regional yang membawahi empat delegasi sekaligus, ICRC di Filipina, Malaysia, Indonesia dan Timor Leste. Pada tahun 2011, Budi akhirnya resmi menjadi tenaga ekspatriat dan melaksanakan misi pertamanya di Sana’a, Yaman.
“Dalam setiap pekerjaan selalu ada kecocokan dalam diri kita, saya melihat bekerja dengan palang merah ini merupakan tempat yang cocok bagi saya.” Tuturnya. “Bekerja di daerah konflik itu sangat sulit, terbatasnya akses kita untuk bergerak, semua kegiatan selalu dipantau, belum lagi bahaya terkena sasaran tembak oleh pihak-pihak yang bertikai. Namun rasa dibutuhkan ketika bekerja dan ketika berhasil membantu orang yang membutuhkan itu adalah sebuah kepuasan yang tak ternilai bagi saya.”
Menutup percakapan ini, ketika ditanyakan tentang tips dan trik untuk generasi muda agar dapat meraih cita-citanya ia berujar: “Kunci sukses dalam bekerja adalah selalu berikan yang terbaik.”