Perayaan yang tidak kalah meriahnya terjadi hari Jumat siang, 21 September 2012. Masyarakat yang tinggal di seputar areal RSUD Mulia mengundang tim Operasi Katarak untuk menghadiri upacara tradisional khas Papua, yakni Bakar Batu. Upacara Bakar Batu kali ini cukup istimewa karena kebetulan tuan rumah yang mengundang adalah seorang Kepala Suku Dani, yang sehari-hari berprofesi sebagai petugas kebersihan di RSUD Mulia, Bapak Petinggen Wonda.

Bapak Petinggen Wonda, Kepala Suku Dani, menggunakan pakaian tradisional papua guna mengundang tim Operasi Katarak untuk menghadiri upacara tradisional khas Papua, yakni Bakar Batu. © ICRC

Bakar Batu adalah acara adat atau pesta yang lazim dilakukan untuk penghormatan dalam rangka pernikahan, kematian dan sebagainya. Sesuai dengan namanya, acara ini sebetulnya diambil dari cara memasak hidangan pesta adat ini, yang menggunakan batu panas yang dibakar. Untuk mempersiapkan hidangan ini, warga menggali tanah dengan diameter minimal dua meter dan kedalaman kurang lebih 50cm hingga satu meter hingga menyerupai wajan, lalu di atasnya diletakkan batu-batu panas. Di atas batu-batu panas itu diletakkan berhelai-helai daun pisang yang nantinya berfungsi sebagai alas memasak. Baru setelah itu dimasukkanlah sayur-mayur, ubi-ubian serta daging-daging hewan utuh seperti ayam dan/atau babi; bumbu masak yang digunakan hanyalah garam. Setelah bahan masakan dimasukkan, lalu ditutupi lagi dengan daun-daun pisang dan batu-batu panas. Proses memasak semua bahan makanan ini memakan waktu setidaknya dua jam.

Untuk mempersiapkan upacara bakar batu ini, warga menggali tanah dengan diameter minimal dua meter dan kedalaman kurang lebih 50cm hingga satu meter hingga menyerupai wajan, lalu di atasnya diletakkan batu-batu panas. Di atas batu-batu panas itu diletakkan berhelai-helai daun pisang yang nantinya berfungsi sebagai alas memasak. © ICRC

Prosesi acara adat ini sendiri sudah dimulai sejak pagi hari dengan kepala suku yang hanya mengenakan pakaian tradisional Papua berupa topi kepala suku dan koteka berkeliling ke rumah-rumah mengundang para warga.

Menjelang siang dilakukan pemburuan hewan yang akan dijadikan persembahan dan nantinya dinikmati bersama-sama dengan seluruh warga. Hewan yang akan dijadikan hidangan haruslah dibunuh dengan cara dipanah; menurut kepercayaan adat, hewan yang langsung mati pada sekali panah menandakan ketulusan hati si pemilik acara. Jika hewan tersebut tidak langsung mati, artinya masih ada ganjalan yang perlu diungkapkan oleh si pemilik acara. Hewan buruan yang sudah dibunuh dan disembelih ini lantas dimasukkan ke dalam sebuah liang yang tersedia.

Sembari menunggu hidangan matang, para undangan yang berdatangan akan duduk secara berkelompok. Sebagian dari mereka yang datang menggunakan baju adat seperti sali (rok rumbai-rumbai jerami untuk wanita khas Papua) dan menghias tubuh dan muka mereka dengan make-up yang terbuat dari ludah campuran pinang, sirih dan kapur. Ketika hidangan matang, para ibu akan membagikan sayur-mayur dan ubi-ubian kepada tiap-tiap kelompok; sementara kepala suku dan asistennya akan mengangkat dan memotong-motong daging babi dan ayam yang dimasak. Daging babi dan ayam yang dimasak harus cukup untuk setiap orang yang datang. Setelah daging-daging dipotong sejumlah undangan yang hadir atau lebih, seorang ibu akan datang membawa noken (tas tradicional Papua) dan memasukkan daging-daging itu ke dalam noken untuk selanjutnya membagikan kepada kelompok-kelompok warga yang hadir.  Aturan lazim dalam upacara bakar batu adalah setiap orang wajib menikmati hidangan di tempat acara dan tidak sebaiknya membawa pulang daging.

Sebagian dari mereka yang datang menggunakan baju adat seperti sali (rok rumbai-rumbai jerami untuk wanita khas Papua) dan menghias tubuh dan muka mereka dengan make-up yang terbuat dari ludah campuran pinang, sirih dan kapur. © ICRC

Seperti umumnya acara adat, sebelum menyantap hidangan, terlebih dahulu dibacakan doa-doa dan Kepala Suku sebagai tuan rumah memberikan sambutan. Setelah itu, selagi semua undangan menikmati hidangan, karena acara bakar batu kali ini adalah sebagai ucapan syukur dan terima kasih masyarakat atas diadakannya Program Pemeriksaan Mata dan Operasi Katarak Gratis, maka Bapak Nellison Wonda, selaku Ketua PMI Kabupaten Puncak Jaya pun didaulat untuk memberikan sambutan. Dalam sambutannya, sekali lagi beliau menekankan rasa terima kasihnya atas kerja sama PMI, RS Dian Harapan, DinKes Mulia dan ICRC untuk melakukan kegiatan di kabupaten mereka.

Setelah Bapak Petinggen Wonda memberikan sambutan, beliau mempersilahkan masyarakat untuk menyantap hidangan. © ICRC

Ketika hidangan matang, para ibu akan membagikan sayur-mayur dan ubi-ubian kepada tiap-tiap kelompok; sementara kepala suku dan asistennya akan mengangkat dan memotong-motong daging babi dan ayam yang dimasak. © ICRC

Pelaksanaan program Pemeriksaan Mata dan Operasi Katarak Gratis kali ini memang sangat berbeda dan berkesan jika dibandingkan dengan acara sejenis di tahun-tahun sebelumnya. Tidak hanya karena membludaknya jumlah pasien, tetapi juga karena kesigapan personil-personil PMI Kabupaten Puncak Jaya yang tidak hanya sangat terbatas jumlahnya, tetapi juga notabene baru saja dilantik kepengurusannya kurang dari 3 bulan sebelumnya. Ditambah lagi dengan waktu pelaksanaan yang bertepatan dengan HUT PMI ke 67. Acara adat bakar batu yang merupakan persembahan masyarakat Mulia sebagai wujud ucapan terima kasih kepada Palang Merah dan RS Dian Harapan semakin melengkapi keharuan pelaksanaan Program Katarak kali ini. Senyum lebar tidak hanya dinikmati oleh para pasien yang telah dioperasi dan mendapatkan kaca mata, tetapi juga tersungging di bibir tim Operasi Katarak, yang tentunya tidak pernah menyangka akan mendapatkan kejutan-kejutan yang menyenangkan seperti ini.

Senyum lebar tidak hanya dinikmati oleh para pasien yang telah dioperasi dan mendapatkan kaca mata, tetapi juga tersungging di bibir tim Operasi Katarak, yang tentunya tidak pernah menyangka akan mendapatkan kejutan-kejutan yang menyenangkan seperti ini. © ICRC