Dalam berbagai kesempatan, Komite Internasional Palang Merah (ICRC) berbicara tentang diplomasi kemanusiaan karena penting bagi publik untuk mengetahui bahwa diplomasi yang semata-mata bersifat dan bertujuan kemanusiaan ini memainkan peran penting dalam kerja kemanusiaan di negara-negara dan kawasan di mana ICRC beroperasi. Pada Senin (30/08) lalu, Delegasi Regional ICRC untuk Indonesia dan Timor-Leste diundang untuk mengisi mata kuliah Diplomacy bagi 138 mahasiswa tingkat-1 Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada (UGM). Kegiatan yang dilakukan secara virtual ini diisi denga, ceramah dan diskusi tentang diplomasi kemanusiaan ICRC.

Wakil Dekan Bidang Kerja Sama, Alumni, dan Penelitian FISIPOL UGM sekaligus dosen pengampu mata kuliah ini, Dr. Poppy Sulistyaning Winanti, membuka kelas dengan menjelaskan bahwa beliau membuka kelasnya untuk diisi oleh pengajar tamu non-akademisi. Dia berharap agar ini dapat membuka wawasan peserta didiknya tentang aspek lain dari diplomasi yang dipahami secara tradisional dengan cara mendengarkan secara langsung bagaimana diplomasi diterapkan.

Dalam kesempatan ini Delegasi Regional ICRC yang diwakili oleh Kepala Departemen Hukum dan Kebijakan sekaligus Penasihat Hukum-nya, Donny Putranto, memberikan gambaran tentang pengejawantahan diplomasi kemanusiaan yang dilakukan ICRC baik di Indonesia, maupun di misi-misi lainnya. Donny secara garis besar memaparkan bahwa diplomasi kemanusiaan yang diartikan oleh ICRC terdiri dari aktivitas-aktivitas yang diperlukan untuk mendekati para pengambil keputusan, para pembentuk opini, untuk bertindak sebaik-baiknya demi kepentingan orang-orang yang terdampak krisis kemanusiaan dan konflik, dengan cara yang sejalan dengan hukum humaniter dan prinsip-prinsip kemanusiaan.

Sesi diskusi daring diwarnai oleh antusiasme para mahasiswa yang ingin mengetahui lebih jauh tentang cara kerja ICRC, khususnya bagaimana prinsip netralitas dilaksanakan secara praktis dan berguna dalam diplomasi; mengapa ICRC dapat melakukan aktivitasnya berbekal ‘discreet diplomacy’; dan bagaimana ICRC melakukan dialog tidak hanya secara formal – namun juga informal, dengan banyak pihak – termasuk aktor negara dan non-negara.