Sejumlah 27 perwira senior dari kepolisian dan tentara dari 11 negara di wilayah Asia Tenggara dan Pasifik berpartisipasi dalam acara tersebut. Para partisipan antara lain berasal dari Australia, Kamboja, Indonesia, Republik Demokratik Rakyat Laos, Malaysia, Myanmar, Korea Selatan, Thailand, Filipina dan Vietnam.
Workshop (lokakarya) ini bertujuan meningkatkan kesadaran peserta tentang standar internasional dan praktik terbaik terkait operasi keamanan militer dan penegakan hukum. Ini tidak saja meningkatkan kapasitas mereka dalam menangani situasi sekarang ini, tapi juga mendukung upaya Negara-negara dalam mempersiapkan pasukan militer mereka untuk tugas penegakan hukum, yang dibutuhkan ketika situasi sudah melampaui kapasitas polisi biasa.
Diakui bahwa, sebagai Anggota Negara PBB, mereka memiliki kewajiban untuk “memastikan bahwa semua aparat penegak hukum dipilih melalui prosedur penyaringan yang layak, memiliki kualitas moral, psikologi, dan fisik yang sesuai untuk melaksanakan fungsi mereka secara efektif dan menerima pelatihan profesional yang menyeluruh dan berkesinambungan,” sebagaimana diamanatkan oleh Prinsip-prinsip Dasar PBB tentang Penggunaan Kekuatan dan Senjata Api oleh Aparat Penegak Hukum (1990).
Lokakarya empat hari ini terdiri dari sesi teori individual dan berbagi pengalaman, latihan, kerja kelompok, studi kasus dan diskusi tentang pengendalian massa, proses pengambilan keputusan, latihan gladi ruang (table-top exercise) tentang operasi penangkapan dan operasi pencarian.
Berbicara soal pelajaran penting dari lokakarya tersebut, salah seorang peserta berkata, “sekarang ini, konflik dan kekerasan bersenjata dapat terjadi kapan pun dan di mana pun, dan militer bisa diminta untuk beroperasi di tengah-tengah masyarakat dan penduduk sipil. Karenanya penting bagi perwira militer untuk mempersiapkan diri menghadapi tugas penegakan hukum yang kuat dan memahami aspek kemanusiaan dalam situasi demikian.”