Pada awal Juni, kekerasan antar kelompok yang terjadi antara komunitas Rakhine dengan komunitas Muslim berdampak buruk terhadap ribuan orang di negara bagian Rakhine, Myanmar Barat. Bersama Palang Merah Myanmar (PMM), Komite Internasional Palang Merah (ICRC) mendistribusikan bantuan-bantuan dasar namun sangat penting bagi korban luka, sakit dan para pengungsi. Anne Ryniker, Wakil Kepala Operasi untuk Asia Pasifik, menjelaskan kegiatan ICRC di sana.
Bagaimana situasi di Rakhine saat ini?
Kekerasan terjadi pada awal Juni dan menyebar dengan cepat, terutama di bagian utara Rakhine. Maungdaw dan khususnya Sittwe merupakan kota-kota yang paling parah terkena dampak kekerasan jika dilihat dari banyaknya warga yang terkena dampak. Menurut data resmi yang dikeluarkan pada tanggal 24 Juni lalu, sudah 78 orang tewas dan 87 orang terluka, sementara 3.000 tempat tinggal rusak. Di daerah Sittwe saja, setidaknya 60.000 orang mengungsi, sebagian besar mengungsi ke kerabat mereka. Setelah satu bulan, masih sulit memastikan jumlah orang yang terkena dampak.
Apakah situasinya masih tegang?
Selain jatuhnya korban dan rusaknya harta benda, masih ada resiko besar lainnya terkait dengan sifat dari kekerasan antar kelompok ini. Perasaan saling curiga dan takut terus menjadi penghambat bagi warga sipil untuk terus beraktivitas, termasuk pegawai pemerintah dan pekerja bantuan kemanusiaan, sehingga sulit bagi orang-orang untuk mendapat akses ke kebutuhan dasar, seperti perawatan kesehatan, dan juga bagi organisasi-organisasi kemanusiaan untuk memberikan bantuan.
Bagaimana Anda bisa bekerja dalam situasi seperti ini?
Dalam iklim yang tegang seperti ini, keberadaan organisasi kemanusiaan untuk diterima oleh masyarakat setempat sangatlah sulit. Padahal penerimaan merupakan hal yang sangat penting bagi organisasi kemanusiaan untuk memberikan bantuan. Bagi Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, pendekatan secara sangat netral dan tidak berihak menjadi sangat penting. Masyarakat harus memahami bahwa kami hanya akan memberikan bantuan berdasarkan kebutuhan dan kami memberikan bantuan kepada semua orang yang terkena dampak kekerasan tanpa membeda-bedakan ras, agama atau etnis. Dan aksi dan tindakan kami harus sesuai dengan apa yang kami ucapkan, jika kami ingin mendapatkan kepercayaan masyarakat bahwa kami tidak berpihak pada siapapun. Kepercayaan merupakan satu-satunya landasan kami dalam melakukan kegiatan kemanusiaan. Itulah sebabnya mengapa ICRC tidak boleh menggunakan pengawalan militer atau kelompok bersenjata lainnya.
Apa akar permasalahan sengketa tersebut?
Situasinya sangat kompleks dan sudah mengakar dalam sejarah bangsa tersebut dan juga kawasan. Isu-isu terkait antara lain pencegahan kekerasan, kebutuhan kemanusiaan, pembangunan ekonomi, kewarganegaraan, dan akses ke tanah dan sumber daya lainnya. Isu-isu ini membutuhkan solusi politik, yang mana ICRC tidak akan mengeluarkan pendapat apapun tentang hal tersebut. Seperti yang saya katakan sebelumnya, prioritas ICRC adalah untuk mendapatkan akses ke kawasan tersebut sehingga ICRC dapat melakukan kegiatan kemanusiaan. Peran kami tidak masuk ke dalam polemik yang bersifat politik atau menganalisa situasi secara terbuka. Pada dasarnya, ICRC berharap seluruh masyarakat dapat hidup secara harmonis dalam lingkungan yang aman, dan menyerukan kepada semua pihak terkait untuk mewujudkan hal tersebut.
Bagaimana respon dari Palang Merah Myanmar dan ICRC?
Para relawan Palang Merah Myanmar (PMM) turun ke lapangan segera setelah pecahnya kekerasan, memberikan bantuan bagi pengungsi di 17 lokasi utama. Bantuan antara lain pertolongan pertama bagi sekitar 2.000 orang yang terluka (termasuk evakuasi medis jika diperlukan), dukungan psikologis untuk lebih dari 1.500 orang, dan membantu kebutuhan air dan sanitasi. Misalnya, dua mesin penyaringan air bersih telah dipasang untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi warga dari kedua belah pihak: satu di Sittwe dan yang lainnya di desa Thee Chaung. Selain itu, air bersih didistribusikan secara langsung ke lebih dari 8.000 orang di 16 lokasi berbeda.
Relawan PMM juga mendistribusikan barang-barang kebutuhan dasar bagi para pengungsi, seperti perlengkapan masak, terpal dan sabun. Mereka juga membantu orang-orang yang terpisah dari keluarganya untuk berhubungan kembali dengan menyediakan telepon dan memfasilitasi mereka mengirim pesan singkat.
Sejak 16 Juni lalu, tim tanggap darurat ICRC telah ditempatkan di Sittwe. Tim yang terdiri dari staf lokal dan ekspatriat memberikan bantuan teknis, logistik dan keuangan kepada PMM. Melalui kerja sama ini, ICRC dan PMM sejauh ini bisa terus bergerak tanpa hambatan dan tanpa pengawalan bersenjata.
Apakah Anda sudah menyampaikan berbagai keprihatinan Anda kepada pihak berwenang?
Sebagaimana di negara-negara lain di seluruh dunia, kami bekerja secara konfidensial dan bilateral dengan pihak berwenang terkait, ketika hal tersebut dibutuhkan.
Apa strategi ICRC?
Tujuan jangka pendek kami adalah berkonsentrasi pada kebutuhan-kebutuhan vital di dua bidang, yaitu: perawatan kesehatan, dan pasokan air dan sanitasi. Relawan-relawan PMM dan ICRC menyediakan petugas pertolongan pertama untuk membantu petugas kesehatan klinik keliling yang dikelola oleh kementerian kesehatan dan organisasi kemanusiaan lainnya, seperti Myanmar Medical Association. Secara total, petugas pertolongan pertama bertugas di 20 sampai 25 lokasi utama yang dicakup oleh klinik-klinik keliling tersebut dan akan membawa pasien dari kedua kelompok ke rumah sakit rujukan. PMM dan ICRC juga akan terus menyediakan air minum dan menangani masalah sanitasi bagi para pengungsi.
Bagaimana Anda akan menerapkan strategi ini?
Dengan mengandalkan relawan-relawan PMM yang direkrut dari berbagai wilayah di negara tersebut. Mereka bertugas secara bergilir. Selain memberikan bantuan keuangan dan teknis, staf ICRC juga akan secara berdampingan setiap hari dengan rekan-rekan dari PMM, melakukan survei gabungan serta kegiatan-kegiatan lainnya, seperti mengangkut relawan dan pasien dalam kendaraan berlambang palang merah.
Bagaimana Anda melihat kelanjutan dari kegiatan kemanusiaan ini?
Semua kegiatan masih terus berjalan. Kemajuan demi kemajuan telah terwujud karena PMM dan ICRC sejauh ini bekerja “di luar garis” dan bekerja secara independen. Namun demikian, penerimaan oleh semua pihak, landasan dari semua kegiatan tanggap darurat kami, tidak boleh dianggap enteng: harus diupayakan setiap hari. Kami berkomitmen untuk tetap berada di jalur dan meningkatkan bantuan kami.