Pembatasan impor obat-obatan ke Jalur Gaza menyebabkan minimnya persediaan peralatan medis dan obat-obatan. Hal ini berdampak serius pada ribuan pasien, terutama pasien gagal ginjal dan kanker. Selain itu, listrik pun mati hidup atau arusnya naik turun. Ini dapat mengganggu berbagai upaya pertolongan medis, sehingga pasien kadang-kadang memulai kembali perawatan mereka dari awal.
Ghazi Al-De’bala, 68 tahun, mengalami gagal ginjal sejak tahun 1995. Dia tinggal di Beit Lahia, sebelah utara Kota Gaza. © ICRC / I. El Baba
Dibantu putranya, Ghazi mendatangi Rumah Sakit Shifa di Kota Gaza untuk cuci darah tiga kali seminggu karena tidak ada mesin cuci darah di rumah sakit di dekat tempat tinggalnya. © ICRC / I. El Baba
Unit cuci darah Rumah Sakit Shifa buka tujuh hari seminggu, tapi selalu kekurangan obat-obatan seperti Erythropoietin dan peralatan sekali pakai seperti selang transfusi. Ini membuat pasien khawatir dengan keselamatannya sementara petugas medis sendiri merasa tidak berdaya. © ICRC / I. El Baba / il-e-02458 Ghazi menjalani cuci darah dengan perasaan berkecamuk: senang karena hari ini bisa cuci darah, tetapi juga khawatir akankah sesi berikutnya bisa dilakukan. © ICRC / I. El BabaPada bulan November dan Desember 2011, ICRC mendistribusikan 2.400 unit selang transfusi ke beberapa rumah sakit di Gaza. Pada tiga kesempatan, ICRC juga membantu mengantarkan stok perlengkapan hemodialisis dari Departemen Kesehatan di Ramallah ke Departemen Kesehatan di Gaza agar pelayanan medis tetap berjalan. © ICRC / I. El Baba / il-e-02461
Ghazi menjalani cuci darah dengan perasaan berkecamuk: senang karena hari ini bisa cuci darah, tetapi juga khawatir akankah sesi berikutnya bisa dilakukan. © ICRC / I. El Baba
Ghazi dan pasien gagal ginjal lainnya senantiasa merasa tertekan karena tidak ada kepastian akankah mereka mendapatkan layanan yang memadai ketika dibutuhkan. Ini membuat keselamatan mereka dalam bahaya. © ICRC / I. El Baba / il-e-02454
Di Jalur Gaza, persediaan medis terpenting, termasuk obat-obatan kemoterapi dan hemofilia, sering tidak tersedia. Sekitar 7.000 pasien kanker menghadapi nasib yang tidak menentu setiap hari. Apabila kemoterapi terganggu, peluang untuk sembuh menurun drastis. © ICRC / I. El Baba / il-e-02465Taghrid Al Alloul, 37 tahun, adalah ibu dari enam anak. Dia didiagnosis kanker payudara tahun lalu. © ICRC / I. El Baba
Taghrid Al Alloul, 37 tahun, adalah ibu dari enam anak. Dia didiagnosis kanker payudara tahun lalu. © ICRC / I. El BabaHari ini, dia mendatangi rumah sakit Shifa bersama suaminya untuk membeli Taxol. Taghrid tahu peluangnya untuk sembuh akan menurun drastis kecuali dia mendapatkannya dalam 10 hari. © ICRC / I. El Baba
Hari ini, dia mendatangi rumah sakit Shifa bersama suaminya untuk membeli Taxol. Taghrid tahu peluangnya untuk sembuh akan menurun drastis kecuali dia mendapatkannya dalam 10 hari. © ICRC / I. El Baba
Hari ini, dia mendatangi rumah sakit Shifa bersama suaminya untuk membeli Taxol. Taghrid tahu peluangnya untuk sembuh akan menurun drastis kecuali dia mendapatkannya dalam 10 hari. © ICRC / I. El BabaKhawatir dan cemas, Taghrid datang ke apotek untuk mencari tahu apakah dia bisa mendapatkan obat itu atau tidak. Tapi jawabannya: “Maaf, hari ini belum ada”. © ICRC / I. El BabaKhawatir dan cemas, Taghrid datang ke apotek untuk mencari tahu apakah dia bisa mendapatkan obat itu atau tidak. Tapi jawabannya: “Maaf, hari ini belum ada”. © ICRC / I. El BabaKhawatir dan cemas, Taghrid datang ke apotek untuk mencari tahu apakah dia bisa mendapatkan obat itu atau tidak. Tapi jawabannya: “Maaf, hari ini belum ada”. © ICRC / I. El Baba
Khawatir dan cemas, Taghrid datang ke apotek untuk mencari tahu apakah dia bisa mendapatkan obat itu atau tidak. Tapi jawabannya: “Maaf, hari ini belum ada”. © ICRC / I. El Baba
Alternatifnya adalah dirujuk ke Mesir untuk mendapat perawatan – tapi proses itu memakan waktu beberapa minggu atau bahkan berbulan-bulan – atau menjalani operasi tanpa obat yang dia butuhkan, yang artinya membuat nyawanya terancam. © ICRC / I. El Baba
Taghrid dan suaminya meninggalkan rumah sakit, frustrasi. Taghrid takut kehilangan segala yang telah dia capai dalam pengobatan sebelumnya akibat kurangnya obat-obatan di Gaza. Dia bertanya pada dirinya sendiri apa yang akan dia katakan pada anak-anaknya. © ICRC / I. El Baba