ICRC sudah hadir dan bekerja di Indonesia bahkan sebelum Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, tepatnya ketika Jepang merebut Indonesia dari tangan Belanda di tahun 1942. Para utusan ICRC mengunjungi berbagai lokasi penahanan warga sipil dan militer belanda di berbagai tempat di seluruh Indonesia. Selanjutnya, misi kemanusiaan ICRC selalu menyertai peristiwa-peristiwa bersejarah penting di Indonesia.

Setelah Jepang menyerah kepada sekutu dan kemudian Indonesia merdeka, aksi kemanusiaan ICRC dapat terus dilakukan selama perang kemerdekaan antara Indonesia dan Belanda. Para delegate ICRC terlibat aktif dalam upaya repatriasi tawanan perang ke negara asalnya, membantu interniran sipil terutama warna Negara Belanda, dan memfasilitasi pertukaran RCM antara para tawanan dengan keluarga mereka. Selain itu, ICRC terutama memberikan dukungan penuh kepada Palang Merah Indonesia (PMI) dengan memasok obat-obatan yang dibawa ke Bukit Tinggi, Sumatera Barat, dan Yogyakarta.

Pesawat ICRC sedang membongkar muatan obata-obatan untuk diserahkan kepada PMI di Yogyakarta, tahun 1948

Pesawat ICRC sedang membongkar muatan obata-obatan untuk diserahkan kepada PMI di Yogyakarta, tahun 1948

Aksi kemanusiaan ICRC semakin luas ketika terjadi peristiwa Gerakan 30 September 1965. Setahun kemudian, atas kesepakatan dengan Pemerintah Indonesia, ICRC mulai melakukan kunjungan kepada para tahanan terkait peristiwa tersebut, khususnya yang berada di Lombok dan Jawa. Kerjasama ini berujung pada penandatanganan sebuah Nota Kesepahaman (MoU) antara ICRC dan Pemerintah Indonesia mengenai kunjungan tahanan politik/keamanan pada tanggal 30 November 1977. Namun seiring waktu, pemerintah kemudian meminta ICRC untuk mengunjungi tidak hanya tahanan politik/keamanan tetapi juga populasi penjara secara keseluruhan, guna memastikan bahwa kondisi penahanan dan perlakuan terhadap mereka dilakukan secara bermartabat dan sesuai dengan standar kemanusiaan.

Sepuluh tahun kemudian, tepatnya 20 Oktober 1987, ICRC dan Pemerintah Indonesia menandatangani Headquarters Agreement untuk meresmikan keberadaan Kantor Delegasi ICRC di Jakarta. Dua tahun sebelumnya, ICRC sudah mulai menggelar operasi kemanusiaan di Timor Timur (sekarang Timor Leste). Selain operasi kemanusiaan, para delegate ICRC terus melakukan kunjungan kepada tahanan, termasuk di Papua (1989) dan Aceh (1991).

Pendistribusian makanan di Uatolari, Timor Timur, tahun 1980

Pendistribusian makanan di Uatolari, Timor Timur, tahun 1980

Promosi Hukum Humaniter Internasional juga merupakan salah satu aspek penting terkait kehadiran ICRC di Indonesia. Program akademik untuk meningkatkan pengintegrasian HHI ke dalam kurikulum fakultas hukum mulai dikembangkan di tahun 1996. Keberhasilan program ini dilanjutkan dengan kerjasama dengan TNI Angkatan Darat tiga tahun berselang. Program diseminasi bagi TNI kian berkembang ketika Indonesia memasuki Era Reformasi di tahun 1998.

Salah satu peristiwa penting dalam sejarah Indonesia pasca reformasi adalah konflik komunal di Ambon di awal tahun 2000-an. ICRC dan Palang Merah Indonesia (PMI) turun tangan membantu para korban. Aksi kemanusiaan kedua organisasi ini digelar tidak hanya di Ambon tetapi juga di Ternate, dimana banyak warga mengungsi.

ICRC bekerja sama dengan PMI memberikan bantuan kemanusiaan bagi pengungsi di Ambon dan Ternate

ICRC bekerja sama dengan PMI memberikan bantuan kemanusiaan bagi pengungsi di Ambon dan Ternate

Namun demikian, operasi kemanusiaan terbesar ICRC di Indonesia adalah pada peristiwa Tsunami 2004 di Aceh. ICRC sudah berada di Aceh sebelum peristiwa tersebut sehingga memudahkan operasi bantuan bagi para korban, bahkan sejak hari pertama pasca tsunami. ICRC tidak hanya bekerja sama dengan PMI tetapi juga puluhan Perhimpunan Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah dari seluruh dunia serta Federasi Internasional (IFRC).

ICRC memfasilitasi pembebasan juru kamera RCTI, Ferry Santoro, yang disandera oleh GAM

ICRC memfasilitasi pembebasan juru kamera RCTI, Ferry Santoro, yang disandera oleh GAM

Selain mendirikan rumah sakit lapangan untuk merawat korban tsunami, ICRC juga menyalurkan bantuan kemanusiaan.

Tsunami 2004, Aceh – ICRC mendirikan rumah sakit lapangan untuk merawat korban tsunami

Selain mendirikan rumah sakit lapangan untuk merawat korban tsunami, ICRC juga menyalurkan bantuan kemanusiaan.

Selain mendirikan rumah sakit lapangan untuk merawat korban tsunami, ICRC juga menyalurkan bantuan kemanusiaan.

Operasi kemanusiaan ICRC di Aceh berakhir pada tahun 2008. Setahun kemudian, Pemerintah Indonesia meminta ICRC untuk menghentikan program kunjungan tahanannya. Dengan demikian, kegiatan ICRC di Indonesia adalah promosi HHI yang kini menjangkau TNI, POLRI, kementerian terkait, kalangan akademik terutama Fakultas Hukum dan FISIP, media, dan masyarakat secara umum, dan juga pengembangan kerjasama dengan Palang Merah Indonesia (PMI) sebagai mitra utama ICRC di Indonesia.

Untung Sugiyono, Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas), dan Vincent Nicod, Kepala Delegasi Regional ICRC di Jakarta menandatangani MoU kerjasama di Jakarta.

Untung Sugiyono, Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas), dan Vincent Nicod, Kepala Delegasi Regional ICRC di Jakarta menandatangani MoU kerjasama di Jakarta.