Palang Merah Indonesia (PMI), Pemerintah Kabupaten Lanny Jaya, Rumah Sakit Dian Harapan Jayapura dan Komite Internasional Palang Merah (ICRC) bekerja sama membantu penduduk Lanny Jaya, Papua,  yang mempunyai masalah penglihatan dengan menggelar operasi katarak dan pembagian kacamata baca secara cuma-cuma. Dilaksanakan di RSUD Tiom yang berada di ketinggian 2600 m di atas permukaan laut, pelayanan yang merupakan program rutin PMI dan ICRC ini berlangsung pada 10-12 April 2018 lalu.

Secara keseluruhan, 76 operasi katarak berhasil dirampungkan, sedangkan 151 kacamata baca dibagikan dan 315 orang menjalani pemeriksaan dan konsultasi kesehatan mata. Untuk kesuksesan kegiatan ini, tiga orang spesialis mata – dr. Livia, SpM dan dr. Olga V. Poluan, SpM (RS Dian Harapan) serta dr. Decky Kindangen, SpM (RSUD Wamena) – diterjunkan sementara perawat dan tenaga medis dari RS Dian Harapan, RSUD Wamena dan RSUD Tiom, para relawan PMI juga terlibat. Kegiatan yang sama juga telah digelar di Tiom pada tahun 2016 lalu, dimana dalam waktu 5 hari, 154 operasi katarak berhasil dirampungkan, sedangkan 232 kacamata baca dibagikan dan 519 mengikuti pemeriksaan dan konsultasi kesehatan mata.

Sekretaris Daerah Lanny Jaya yang juga Ketua PMI Kabupaten Lanny Jaya, Christian Sohilait, mengungkapkan bahwa Pemda, PMI dan ICRC berbagi peran; PMI dan ICRC memfasilitasi para dokter, perawat, peralatan khusus bedah mata dan kacamata hingga ke Wamena, sedangkan Pemda memfasilitasi dari Wamena ke Tiom. Selain itu Pemda juga melakukan mobiliasi pasien, menyiapkan akomodasi untuk pasien dan tenaga medis, dan menyiapkan obat-obatan yang diperlukan, imbuhnya.

“Tema kegiatan tahun ini adalah “Saya Lihat Saya Hidup”. Tema ini diusung karena sebagian besar pasien dengan katarak sebenarnya mengalami “kematian” secara perlahan. Pasca operasi, pasien biasanya bisa beraktivitas secara mandiri lagi sehingga dia mempunyai semangat baru untuk hidup. Selain itu, secara ekonomi juga menguntungkan karena keluarga tidak lagi kehilangan dua orang yang produktif – pasien sendiri dan penuntunnya yang secara khusus membantu dia sebelum penglihatannya dipulihkan,” papar Christian.

Seorang pasien dari Tiom, Buras Kogoya (65 tahun) tidak bisa menyembunyikan sukacitanya setelah dokter membuka perban mata kirinya. Dengan senyum mengembang, dia berkali-kali mengungkapkan terima kasihnya kepada dokter karena dia bisa melihat lagi. Sebelum dioperasi pada hari Selasa (10/4), mata kirinya sama sekali tidak bisa melihat sedangkan penglihatan mata kanan sangat terbatas.

Seorang pasien lain, Mamber Wenda (61 tahun) dari Indawa yang dioperasi pada hari Rabu (11/4) juga tampak tersenyum sumringah setelah perbannya dibuka. Tanpa tongkat dan tanpa dituntun, dia berkeliling rumah sakit mencari dan memanggil-manggil istrinya. Sehari sebelumnya, dia menggunakan tongkat dan dituntun oleh salah satu anak dan istrinya ke RSUD Tiom. Mamber sebenarnya sempat “lari” dari rumah sakit karena takut dioperasi. Namun, setelah diberi penjelasan oleh Freddy Nggadas, Manajer Program Operasi Katarak ICRC, diajak berkeliling ke ruang perawatan pasca operasi, dan setelah dia bercakap-cakap dengan tetangganya yang sudah dioperasi, dia akhirnya mau dioperasi. Keputusan yang dia buat ternyata membuahkan hasil yang menggembirakan.

Mamber Wenda (61 tahun), berhasil menemukan istrinya setelah mengelilingi RSUD Tiom, Lanny Jaya, Papua.
© ICRC/Sonny Nomer

Ketika ditanya kenapa Lanny Jaya dipilih sebagai lokasi operasi ini, Freddy mengungkapkan bahwa Lanny Jaya paling siap melaksanakannya. Kesiapan yang paling penting adalah melakukan mobiliasi pasien pada saat pelaksanaan operasi serta memobilisasi tenaga medis setempat untuk mengikuti pelatihan dan melibatkan diri dalam operasi.

“Pelatihan tenaga medis menjadi aspek yang sangat penting dalam program kami. Mereka harus dipersiapkan untuk screening awal sebelum tim operasi datang dan terlibat dalam pelaksanaan, tetapi yang lebih penting, mereka siap mengantisipasi keluhan pasca operasi.” Freddy menjelaskan. “Lanny Jaya sudah dua kali mendapat dukungan dari para mitra untuk menggelar kegiatan semacam ini. Harapannya, Pemda dapat melakukannya secara mandiri di masa mendatang untuk mengurangi penderita katarak di wilayahnya.”

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013, Indonesia menempati peringkat pertama dengan kasus kebutaan akibat katarak di Asia Tenggara.  Data Kementerian Kesehatan sekitar 2,5 juta penduduk Indonesia menderita buta katarak dengan penambahan kasus baru sekitar 240.000 orang per tahunnya. Sementara itu, jumlah populasi penderita katarak di Papua mencapai 2,4% dari jumlah penduduk sementara Indonesia secara keseluruhan 1,8% dari jumlah penduduk.

Sejak tahun 2006, PMI dan ICRC sudah melakukan pemeriksaan mata pada 11.465 pasien, dimana 1,889 pasien menjalani operasi katarak, 5,041 orang mendapat kacamata dan 184 menjalani operasi koreksi penglihatan lain. Petugas puskesas atau RSUD yang sudah dilatih tentang kesehatan mata, khususnya katarak sebanyak 469. Selain di Papua, kegiatan serupa juga dilaksanakan di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku dan Papua Barat, dimana pelayanan semacam ini sangat terbatas.

 

Untuk information lebih lanjut:

Mahfud, Staf Divisi Kesehatan, Sosial Dan RS, Markas Pusat PMI, HP. 0812 8338 9308

Kontak media, Anggun Permana Sidiq, HP. 0812 8533 1002.