Abstrak
Pihak yang bertikai semakin tidak seimbang dan prinsip kesetaraan perang tidak berlaku untuk mereka. Asimetri dalam peperangan memiliki banyak konsekuensi. Pihak yang lemah secara militer tergoda untuk memperoleh bantuan dari metode yang melanggar hukum perang dalam rangka untuk mengatasi kekuatan musuh. Ekspektasi timbal balik sebagai motivasi dasar untuk mematuhi hukum seringkali bersifat ilusi dan digantikan dengan perilaku berkhianat; operasi rahasia menggantikan pertempuran terbuka, “peraturan khusus” dibuat untuk “situasi khusus”. Perang melawan terorisme internasional tampaknya merupakan lambang dari perang semacam ini. “Dasar pertimbangan kemanusiaan” sebagaimana tercantum dalam pasal 3 Ketentuan yang sama pada Konvensi Jenewa 1949 merupakan aturan universal yang mengikat semua— bahkan tidak setara dan tidak simetris— pihak dalam setiap situasi kekerasan bersenjata. Selanjutnya, serangan terhadap organisasi kemanusiaan menunjukkan bahwa bantuan kemanusiaan mungkin bertentangan dengan kepentingan pihak yang berperang, atau, bahkan lebih buruk lagi, serangan terhadap pekerja kemanusiaan dapat menjadi bagian dari agenda mereka. Aktor kemanusiaan harus menyadari fakta-fakta ini dan mengadaptasi metode kerja mereka sehingga dapat terus memberikan bantuan yang tidak memihak, berdasarkan hanya pada kebutuhan para korban kekerasan bersenjata. 

Tentang Penulis
Toni Pfanner adalah Editor-in-Chief dari International Review of the Red Cross.

File PDF untuk artikel ini dapat [unduh di sini], sedangkan apabila Anda membutuhkannya dalam bentuk cetakan, silahkan pesan ke ICRC melalui email ke djakarta@icrc.org atau mention kami melalui Twitter @ICRC_id.