Abstrak
Hukum HAM internasional membenci lubang hitam hukum. Ini berlaku dimanapun disetiap negara yang melaksanakan yurisdiksinya, tidak hanya di masa damai tetapi juga selama konflik bersenjata, sebagai pujian terhadap hukum humaniter. Perampasan kebebasan tunduk pada kondisi tertentu, dan bahkan penahanan awalnya yang sah menjadi sewenang-wenang dan bertentangan dengan hukum jika tidak ditinjau secara berkala. Penahanan tanpa batas waktu tidak sesuai dengan Pasal 9 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Meski pengecualian sementara dari ketentuan ini diperbolehkan dalam Pasal 4 ICCPR, pengecualian tersebut hanya mungkin dilakukan “di saat darurat publik yang mengancam kehidupan bangsa” dan “sejauh sangat diperlukan oleh situasi urgensi.” Orang yang dirampas kebebasannya berhak atas persidangan yang cepat atau pembebasan, dan dalam kasus-kasus penahanan sewenang-wenang, mereka berhak mendapatkan kompensasi. Baik perang melawan teror atau kebijakan imigrasi yang ketat yang membenarkan penahanan tanpa batas.  

Tentang Penulis
Alfred de Zayas* J.D. (Harvard), Dr. phil. (Göttingen), anggota dari New York Bar, mantan Sekretaris Komite Hak Asasi Manusia dan Kepala Unit Petisi, profesor tamu hukum, University of British Columbia dan Institut Pascasarjana Studi Internasional, Jenewa “Hukuman penjara tanpa batas waktu dan tanpa denda atau peradilan adalah anathema dalam setiap negara yang menaati aturan hukum.” Lord Nicholls dari Birkenhead dalam putusannya tanggal 16 Desember 2004

File PDF untuk artikel ini dapat [unduh di sini], sedangkan apabila Anda membutuhkannya dalam bentuk cetakan, silahkan pesan ke ICRC melalui email ke djakarta@icrc.org atau mention kami melalui Twitter @ICRC_id.